Disneyland 1972 Love the old s
Home
seluruh postingan

Seluruh Halaman
Berikut ini 64 dosa-dosa yang dianggap biasa yang diambil dari:
www.kajianislam.net/category/artikel/dosa-dosa-yang-dianggap-biasa/

01 SYIRIK
02 RIYA
03 THIYARAH /
THATHOYYUR /
MERASA SIAL /
PESIMIS
04 BERSUMPAH
DENGAN NAMA SELAIN
ALLAH
05 DUDUK BERSAMA
ORANG-ORANG
MUNAFIK ATAU FASIK
UNTUK BERAMAH
TAMAH
06 TIDAK
THUMA'NINAH
07 BANYAK
MELAKUKAN GERAKAN
SIA-SIA DALAM
SHALAT
08 MENDAHULUI IMAM
SECARA SENGAJA
DALAM SHALAT
09 MASUK MASJID
SEHABIS MAKAN
BAWANG MERAH,
BAWANG PUTIH ATAU
SESUATU YANG
BERBAU TAK SEDAP
10 ZINA
11 LIWATH
(HOMOSEKSUAL)
12 PENOLAKAN ISTRI
TERHADAP AJAKAN
SUAMI
13 MINTA DITHALAK
SUAMI TANPA SEBAB
YANG DIBOLEHKAN
SYARA
14 ZHIHAR
15 MENGGAULI ISTERI
SAAT HAID
16 MENGGAULI ISTERI
LEWAT DUBUR (ANAL
SEKS)
17. TIDAK BERBUAT
ADIL DI ANTARA PARA
ISTRI
18. KHALWAT
(BERDUAAN) DENGAN
WANITA YANG BUKAN
MAHRAM
19 JABAT TANGAN
DENGAN WANITA
BUKAN MAHRAM
20 WANITA KELUAR
RUMAH DENGAN
PARFUM DAN LEWAT
DIHADAPAN LAKI-
LAKI YANG BUKAN
MAHRAM
21 WANITA
BEPERGIAN TANPA
MAHRAM
22 MEMANDANG
WANITA DENGAN
SENGAJA
23 DIYATSAH (Hilang
Rasa Kecemburuan
dan Merelakan
Adanya
Kemungkaran di
Dalam Rumah)
24 MEMALSUKAN
NASAB ANAK KEPADA
SELAIN AYAHNYA DAN
PENGINGKARAN AYAH
TERHADAP ANAKNYA
SENDIRI
25 MAKAN UANG RIBA
26 MENYEMBUNYIKAN
AIB BARANG
27 BAI’UN NAJISY
28 BERJUALAN
SETELAH ADZAN
KEDUA PADA HARI
JUM'AT
29 JUDI (DENGAN
SEGALA BENTUK DAN
RAGAMNYA)
30 MENCURI
31 MEMBERI ATAU
MENERIMA SUAP
32 MERAMPAS TANAH
MILIK ORANG LAIN
33 MENERIMA HADIAH
SETELAH MEMBERI
SYAFA'AT
34 TIDAK MEMENUHI
HAK-HAK PEKERJAAN
35 TIDAK ADIL DI
ANTARA ANAK
36 MEMINTA-MINTA DI
SAAT BERKECUKUPAN
37 BERUTANG DENGAN
NIAT TIDAK
MEMBAYAR
38 MEMAKAN HARTA
HARAM
39 MINUM ARAK MESKI
HANYA SETETES
40 MENGGUNAKAN
BEJANA YANG
TERBUAT DARI EMAS
DAN PERAK
41 KESAKSIAN PALSU
(DUSTA)
42 MENDENGARKAN
DAN MENIKMATI
MUSIK
43 GHIBAH
(MENGGUNJING)
44. NAMIMAH
(MENGADU DOMBA)
45. MELONGOK RUMAH
ORANG LAIN TANPA
IJIN
46. BERBISIK EMPAT
MATA DAN
MEMBIARKAN KAWAN
KETIGA
47. ISBAL
(MENURUNKAN /
MEMANJANGKAN
PAKAIAN HINGGA DI
BAWAH MATA KAKI)
48. LAKI-LAKI
MEMAKAI PERHIASAN
EMAS
49. MENGENAKAN
PAKAIAN PENDEK,
TIPIS DAN KETAT
50. LAKI-LAKI ATAU
WANITA YANG
MENYAMBUNG
RAMBUTNYA DENGAN
RAMBUT MANUSIA
ATAU RAMBUT PALSU
LAINNYA
51 LAKI-LAKI
MENYERUPAI WANITA
ATAU SEBALIKNYA
52 MENYEMIR RAMBUT
DENGAN WARNA
HITAM
53 MENGGAMBAR
MAKHLUK YANG
BERNYAWA
54 BERDUSTA DALAM
SOAL MIMPI
55 MEMIJAKKAN KAKI,
DUDUK, DAN BUANG
AIR DI ATAS KUBURAN
56 TIDAK CEBOK
SETELAH BUANG AIR
KECIL
57 MENDENGARKAN
PEMBICARAAN ORANG
LAIN SEDANG MEREKA
TIDAK MENYUKAI
58 JAHAT DALAM
BERTETANGGA
59 BERWASIAT YANG
MEMBAHAYAKAN
60 PERMAINAN DADU
61 MELAKNAT ORANG
BERIMAN DAN
MELAKNAT ORANG
YANG TIDAK
SEMESTINYA
DILAKNAT
62 MERATAPI
JENAZAH SECARA
BERLEBIHAN
63 MEMUKUL MUKA
ORANG DAN
MENANDAI MUKA
BINATANG
64 MEMUTUSKAN
HUBUNGAN DENGAN
SAUDARA MUSLIM
LEBIH DARI TIGA HARI

Dosa-dosa-yang-dianggap-biasa

01 SYIRIK


1. SYIRIK
Syirik atau
menyekutukan Allah
adalah sesuatu yang
amat diharamkan dan
secara mutlak
merupakan dosa yang
paling besar. Hal ini
berdasarkan hadits
yang diriwayatkan
oleh Abu Bakrah,
bahwasanya
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Maukah aku kabarkan
kepada kalian tentang
dosa besar yang paling
besar (3 x)?” Mereka
berkata, “Ya, wahai
Rasulullah!” Beliau
bersabda,”
Menyekutukan
Allah”( Muttafaq Alaih,
Al-Bukhari, Hadits no.
2511, cet Al Bugha.)
Setiap dosa
berkemungkinan
diampuni oleh Allah
Ta’ala, kecuali dosa
syirik, ia memerlukan
taubat khusus, Allah
berfirman,
“Sesungguhnya Allah
tidak akan
mengampuni dosa
syirik dan Dia
mengampuni segala
dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendaki-
Nya” (An-Nisa: 48)
Di antara macam syirik
adalah syirik besar.
Syirik ini menjadi
penyebab keluarnya
seseorang dari agama
Islam dan orang yang
bersangkutan jika
meninggal dalam
keadaan demikian,
akan kekal di dalam
Neraka.
Di antara kenyataan
syirik yang umum
terjadi di sebagian
besar negara-negara
Islam adalah:


* MENYEMBAH
KUBURAN

Yakni kepercayaan
bahwa para wali yang
telah meninggal dunia
bisa memenuhi hajat
dan bisa
membebaskan
manusia dari berbagai
kesulitan. Karena
kepercayaan ini,
mereka lalu meminta
pertolongan dan
bantuan kepada para
wali yang telah
meninggal dunia.
Padahal Allah Ta’ala
berfirman, “Dan
Tuhanmu telah
memerintahkan
supaya kamu jangan
menyembah selain
dia” (Al-Isra: 23)
Termasuk dalam
kategori menyembah
kuburan adalah
memohon kepada
orang-orang yang
telah meninggal, baik
para nabi, orang-orang
shalih atau lainnya
untuk mendapatkan
syafa’at atau
melepaskan diri dari
berbagai kesukaran
hidup. Padahal Allah
berfirman,
“Atau siapakah yang
memperkenankan
(do’a) orang yang
dalam kesulitan
apabila ia berdo’a
kepadaNya dan yang
menghilangkan
kesusahan dan yang
menjadikan kamu
(manusia) sebagai
khalifah di bumi?
Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang
lain)?” (An-Naml: 62)
Sebagian mereka,
bahkan membiasakan
dan membudayakan
bahwa menyebut
nama syaikh atau wali
tertentu, baik dalam
keadaan berdiri, duduk,
ketika melakukan
suatu kesalahan,
dalam setiap situasi
sulit, ketika ditimpa
petaka, musibah atau
kesukaran hidup. Di
antaranya ada yang
menyeru, “Wahai
Muhammad” Ada lagi
yang menyebut
“Wahai Ali.” Yang lain
lagi menyebut, “Wahai
Jaelani.” Kemudian ada
yang menyebut,
“Wahai Syadzali”. Dan
yang lain menyebut,
“Wahai Rifa’i”. Yang
lain lagi menyeru Al-
Idrus Sayyidah Zainab,
ada pula yang
menyeru Ibnu ‘Ulwan
dan masih banyak lagi.
Padahal Allah telah
menegaskan,
“Sesungguhnya orang-
orang yang kamu seru
selain Allah itu adalah
makhluk (yang lemah)
yang serupa juga
dengan kamu” (Al-
A’raaf: 194)
Sebagian penyembah
kuburan ada yang
mengelilingi kuburan
tersebut, mencium
setiap sudutnya, lalu
mengusapkannya ke
bagian-bagian
tubuhnya. Mereka juga
menciumi pintu
kuburan tersebut dan
melumuri wajahnya
dengan tanah dan
debu kuburan. Bahkan
ada yang bersujud
ketika melihatnya,
berdiri di depannya
dengan penuh khusyu’,
merendahkan dan
menghinakan diri
seraya mengajukan
permintaan dan
memohon hajat
mereka. Ada yang
meminta sembuh dari
sakit, mendapatkan
keturunan,
digampangkan
urusannya dan tak
jarang di antara
mereka menyeru,
….”Ya Sayyidi, aku
datang kepadamu dari
negeri yang jauh,
maka janganlah
engkau kecewakan
aku.”
Padahal Allah Ta’ala
berfirman, “Dan
siapakah yang lebih
sesat daripada orang
yang menyembah
sesembahan-
sesembahan selain
Allah yang tiada dapat
memperkenankan
(do’a)nya sampai hari
Kiamat dan mereka
lalai dari
(memperhatikan) do’a
mereka?” (Al Ahqaaf:
5)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa mati
dalam keadaan
menyembah
sesembahan selain
Allah niscaya akan
masuk neraka.”(Hadits
riwayat Al-Bukhari,
Fathul Bari, 8/176.)
Sebagian mereka
mencukur rambutnya
di pekuburan, sebagian
lainnya membawa
buku yang berjudul
“Manasikul Hajjil
Masyahid” (tata cara
ibadah haji di kuburan
keramat), yang
mereka maksudkan
dengan masyahid
adalah kuburan para
wali. Sebagian mereka
mempercayai bahwa
para wali itu
mempunyai
kewenangan
mengatur alam
semesta, dan mereka
bisa memberi
madharat atau
manfaat. Padahal Allah
berfirman,
“Jika Allah
menimpakan sesuatu
kemudharatan
kepadamu, maka tidak
ada yang dapat
menghilangkannya,
kecuali Dia. Dan jika
Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu,
maka tak ada yang
dapat menolak
karuniaNya.” (Yunus:
107)
Termasuk syirik
adalah bernadzar
untuk selain Allah,
seperti yang dilakukan
oleh sebagian orang
dengan bernadzar
memberi lilin dan
lampu untuk para ahli
kubur. “Maka dirikanlah
shalat karena
Tuhanmu dan
berkorbanlah.” (Al-
Kautsar: 2)


Maksudnya,
berkurbanlah hanya
untuk Allah dan atas
Nama-Nya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Allah melaknat orang
yang menyembelih
untuk selain Allah.
”(Hadits riwayat
Muslim, kitab Shahih
Muslim no. 1978, cet.
Abdul Baqi.)
Pada binatang
sembelihan itu
terdapat dua hal yang
diharamkan. Pertama,
penyembelihannya
untuk selain Allah dan
kedua,
penyembelihannya
dengan atas nama
selain Allah. Keduanya
menjadikan daging
binatang sembelihan
itu tidak boleh
dimakan. Dan
termasuk
penyembelihan
jahiliyah -yang terkenal
di zaman kita saat ini-
adalah menyembelih
untuk jin. Yaitu
manakala mereka
membeli rumah atau
membangunnya atau
ketika menggali sumur
mereka menyembelih
di tempat tersebut
atau di depan pintu
gerbangnya, sebagai
sembelihan sesajen
karena takut
gangguan jin.( Lihat
Taisirul Azizil Hamid,
cet. Al Ifta’ hal. 158.)
Di antara contoh syirik
besar -dan hal ini
umum dilakukan-
adalah menghalalkan
apa yang diharamkan
oleh Allah atau
sebaliknya. Atau
kepercayaan bahwa
seseorang memiliki
hak dalam masalah
tersebut, padahal
Allah Ta’ala yang
berhak. Atau
berhukum kepada
perundang-undangan
jahiliyah secara
sukarela dan atas
kemauannya, seraya
menghalalkannya dan
berkepercayaan
bahwa hal itu
dibolehkan. Allah
menyebutkan kufur
besar ini dalam firman-
Nya, “Mereka
menjadikan orang-
orang alim dan rahib-
rahib mereka sebagai
tuhan selain
Allah.” (At-Taubah: 31)
Ketika Adi bin Hatim
mendengar ayat
tersebut dibaca oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ia
berkata, “Orang-orang
itu tidak menyembah
mereka.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan
tegas bersabda,
“Benar, tetapi mereka
(orang-orang alim dan
para rahib itu)
menghalalkan untuk
mereka apa yang
diharamkan oleh Allah,
sehingga mereka
menganggapnya halal.
Dan mengharamkan
atas mereka apa yang
dihalalkan oleh Allah,
sehingga mereka
menganggapnya
haram. Itulah bentuk
ibadah mereka kepada
orang-orang alim dan
para rahib tersebut.
”( Hadits riwayat Al-
Baihaqi, As-Sunanul
Kubra, 10/116, Sunan
At-Turmudzi no. 3095,
Al-Albani
menggolongkannya ke
dalam hadits hasan,
lihat Ghayatul Maram:
19.)
Allah menjelaskan, di
antara sifat orang-
orang musyrik adalah
sebagaimana dalam
firman-Nya, “Dan
mereka tidak
mengharamkan apa
yang telah diharamkan
oleh Allah dan Rasul-
Nya dan tidak
beragama dengan
agama yang benar
(agama Allah)” (At-
Taubah: 29)
“Katakanlah,
“Terangkanlah
kepadaku tentang
rezki yang diturunkan
Allah kepadamu, lalu
kamu jadikan
sebagiannya haram
dan (sebagiannya)
halal.” Katakanlah,
“Apakah Allah telah
memberikan izin
kepadamu (tentang
ini) atau kamu
mengada-adakan saja
terhadap
Allah?” (Yunus: 59)
Termasuk syirik yang
banyak terjadi adalah
sihir, perdukunan dan
ramalan. Sihir,
termasuk perbuatan
kufur dan termasuk
salah satu dari tujuh
dosa besar yang
menyebabkan
kebinasaan. Sihir hanya
mendatangkan bahaya
dan sama sekali tidak
bermanfaat bagi
manusia. Allah
berfirman, “Dan
mereka mempelajari
sesuatu yang
memberi madharat
kepadanya dan tidak
memberi
manfaat.” (Al-Baqarah:
102)
“Dan tidak akan
menang tukang sihir
itu, dari mana saja ia
datang.” (Thaha: 69)
Orang yang
mengerjakan sihir
adalah kafir. Allah
berfirman, “Padahal
Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan
sihir), hanya syaitan-
syaitan itulah yang
kafir (mengerjakan
sihir). Mereka
mengajarkan sihir
kepada manusia dan
apa yang diturunkan
kepada dua orang
malaikat di negeri babil
yaitu Harut dan Marut,
sedang keduanya
tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada
seorang pun sebelum
mengatakan,
“Sesungguhnya kami
hanya cobaan
(bagimu), sebab itu
janganlah kamu
kafir.” (Al-Baqarah:
102)
Hukuman bagi tukang
sihir adalah dibunuh,
pekerjaannya haram
dan jahat. Orang-orang
bodoh, sesat dan
lemah iman pergi
kepada para tukang
sihir untuk berbuat
jahat kepada orang
lain atau untuk
membalas dendam
kepada mereka. Di
antara manusia ada
yang melakukan
perbuatan haram
dengan mendatangi
tukang sihir dan
memohon pertolongan
padanya agar
terbebas dari
pengaruh sihir yang
menimpanya. Padahal
seharusnya ia
mengadu dan kembali
kepada Allah,
memohon
kesembuhan dengan
kalam-Nya, seperti
dengan al-
Mu’awwidzat (Surat
Al Ikhlas, Al-Falaq dan
An-Nas) dan
sebagainya.
Dukun dan tukang
ramal, keduanya juga
kafir jika mengklaim
dirinya mengetahui
hal-hal ghaib. Karena
tidak ada yang
mengetahui hal-hal
yang ghaib selain
hanya Allah.
Para dukun dan tukang
ramal itu
memanfaatkan
kelengahan orang-
orang awam (yang
minta pertolongan
padanya) untuk
mengeruk uang
mereka sebanyak-
banyaknya. Mereka
menggunakan banyak
sarana untuk
perbuatannya
tersebut. Di antaranya
dengan membuat
garis di pasir, memukul
rumah siput,
membaca garis
telapak tangan,
cangkir, bola kaca,
cermin, dan lain-lain.

Jika sekali waktu
mereka benar, maka
sembilan puluh
sembilan kalinya
hanyalah dusta belaka.
Tetapi tetap saja
orang-orang dungu
tidak mengingat,
kecuali waktu yang
sekali itu saja. Maka
mereka pergi kepada
para dukun dan tukang
ramal untuk
mengetahui nasib
mereka di masa
depan, apakah akan
bahagia atau
sengsara, baik dalam
hal pernikahan,
perdagangan, mencari
barang-barang yang
hilang atau yang
semisalnya.
Hukum orang yang
mendatangi tukang
ramal atau dukun, jika
mempercayai
terhadap apa yang
dikatakannya adalah
kafir, keluar dari
agama Islam.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
mendatangi dukun
atau tukang ramal, lalu
membenarkan apa
yang dikatakannya,
sungguh dia telah
kufur terhadap apa
yang diturunkan
kepada
Muhammad.”(Hadits
riwayat Imam Ahmad
2/429, dalam Shahih
Jami’ hadits no. 5939.)
“Barangsiapa
mendatangi tukang
ramal, lalu ia
menanyakan padanya
tentang sesuatu,
maka tidak diterima
shalatnya selama
empat puluh
malam.”( Shahih
Muslim, 4/1751.)
Ini masih pula harus
dibarengi dengan tetap
mendirikan shalat
(wajib) dan bertaubat
atasnya.


* Kepercayaan
Adanya Pengaruh
Bintang dan Planet
terhadap Berbagai
Kejadian dan
Kehidupan Manusia

Dari Zaid bin Khalid Al-
Juhani, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam shalat
bersama kami, shalat
Shubuh di Hudaibiyah -
tampak masih ada
bekas hujan yang
turun di malam
harinya-, setelah
beranjak beliau
menghadap kepada
para sahabatnya,
seraya berkata,
“Apakah kalian
mengetahui apa yang
difirmankan oleh
Tuhan kalian?” Mereka
menjawab, “Allah dan
RasulNya yang lebih
mengetahui.” Allah
berfirman, “Pagi ini di
antara hamba-Ku ada
yang beriman kepada-
Ku dan ada pula yang
kafir. Adapun orang
yang berkata, “Kami
diberi hujan dengan
karunia Allah dan
rahmat-Nya”, maka
dia beriman kepadaku
dan kafir terhadap
bintang. Adapun orang
yang berkata, “Hujan
itu turun karena
bintang ini dan bintang
itu,” maka dia telah
kufur kepada-Ku dan
beriman kepada
bintang.”( Hadits
riwayat Al Bukhari,
lihat Fathul Bari,
2/333.)
Termasuk dalam hal
ini adalah
mempercayai astrologi
(ramalan bintang)
seperti yang banyak
kita temui di koran dan
majalah. Jika ia
mempercayai adanya
pengaruh bintang dan
planet-planet tersebut
maka dia telah
musyrik. Jika ia
membacanya sekedar
untuk hiburan, maka ia
telah melakukan
perbuatan maksiat
dan berdosa. Sebab
tidak dibolehkan
mencari hiburan
dengan membaca hal-
hal syirik. Selain itu,
setan terkadang
berhasil menggoda
jiwa manusia,
sehingga ia percaya
kepada hal-hal syirik
tersebut. Maka
membacanya
termasuk sarana dan
jalan menuju
kemusyrikan.
Termasuk syirik,
mempercayai adanya
manfaat pada
sesuatu yang tidak
dijadikan demikian oleh
Allah Ta’ala. Seperti
kepercayaan sebagian
orang terhadap jimat,
mantera-mantera
berbau syirik, kalung
dari tulang, gelang
logam dan sebagainya,
yang penggunaannya
sesuai dengan
perintah dukun,
tukang sihir atau
memang merupakan
kepercayaan turun-
temurun.
Mereka mengalungkan
barang-barang
tersebut di leher atau
pada anak-anak
mereka untuk
menolak ‘ain(yaitu
:P engaruh jahat
yang disebabkan oleh
rasa dengki seseorang
melalui pandangan
matanya; kena mata
(pent.).). Demikian
anggapan mereka.
Terkadang mereka
mengikatkan barang-
barang tersebut pada
badan,
menggantungkannya
di mobil atau rumah.
Atau mereka
mengenakan cincin
dengan berbagai
macam batu permata,
disertai kepercayaan
tertentu, seperti
untuk tolak bala’ atau
untuk
menghilangkannya.
Hal semacam ini tak
diragukan lagi sangat
bertentangan dengan
(perintah) tawakkal
kepada Allah. Dan
tidaklah hal itu
menambah kepada
manusia, selain
kelemahan. Kemudian
pula, hal tersebut
termasuk berobat
dengan sesuatu yang
diharamkan.
Berbagai jimat yang
digantungkan,
sebagian besar
termasuk syirik jali
(yang nyata). Demikian
pula dengan meminta
pertolongan kepada
sebagian jin atau
syetan, gambar-
gambar ruwet,
tulisan-tulisan
semrawut yang tidak
dapat dipahami dan
sebagainya. Sebagian
tukang tenung menulis
ayat-ayat Al-Qur’an
dan mencampur-
adukkannya dengan
hal lain yang termasuk
syirik. Bahkan sebagian
mereka menulis ayat-
ayat Al-Qur’an dengan
barang yang najis atau
dengan darah haid.
Menggantungkan atau
mengikatkan segala
yang disebutkan di
atas adalah haram. Ini
berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang
menggantungkan
jimat maka dia telah
berbuat syirik.” (Hadits
riwayat Imam Ahmad:
4/156 dan dalam
Silsilah Ash-Shahihah
hadits no. 492.)


Orang yang melakukan
perbuatan tersebut,
jika ia mempercayai
bahwa berbagai hal itu
bisa mendatangkan
manfaat atau
madharat (dengan
sendirinya) selain
Allah, maka dia telah
masuk ke dalam
golongan pelaku syirik
besar. Dan jika ia
mempercayai bahwa
berbagai hal itu
merupakan sebab
datangnya manfaat
atau madharat,
padahal Allah tidak
menjadikannya
sebagai sebab, maka
dia telah terjerumus
pada perbuatan syirik
kecil dan ini masuk ke
dalam kategori syirkul
asbab.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


02 RIYA


2. RIYA’ DALAM
IBADAH
Di antara syarat
diterimanya amal
shalih adalah bersih
dari riya’ dan sesuai
dengan sunnah. Orang
yang melakukan
ibadah dengan maksud
agar dilihat orang lain,
maka dia telah
terjerumus ke dalam
perbuatan syirik kecil
dan amalnya menjadi
sia-sia belaka.
Misalnya, shalat agar
dilihat oleh orang lain.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-
orang munafik itu
menipu Allah dan Allah
akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila
mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri
dengan malas. Mereka
bermaksud
riya’ (dengan shalat) di
hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali
sedikit sekali.” (An-
Nisaa’: 142)
Demikian juga, jika ia
melakukan suatu
amalan dengan tujuan
agar diberitakan dan
didengar oleh orang
lain, maka ia termasuk
syirik kecil. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam memberi
peringatan kepada
mereka dalam hadits
yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma,
“Barangsiapa
melakukan perbuatan
sum’ah niscaya Allah
akan
memperdengarkan
aibnya dan
barangsiapa
melakukan perbuatan
riya’, niscaya Allah
akan memperlihatkan
aibnya,”( Hadits
riwayat Muslim,
4/2289.)
(Perbuatan riya’ adalah
suatu perbuatan yang
dilakukan dengan cara
tertentu supaya dilihat
orang lain dan
dipujinya. Misalnya,
seseorang melakukan
shalat, lalu
memperindah
shalatnya, tatkala
mengetahui ada orang
yang melihat dan
memperhatikannya.
Sedangkan perbuatan
sum’ah adalah suatu
perbuatan yang
dilakukan dengan
maksud agar didengar
dan dipuji orang lain.
Misalnya, seseorang
membaca Al-Qur’an,
lalu memperindah
suara dan lagunya
tatkala mengetahui
ada orang yang
mendengar dan
memperhatikan-nya.
(pent.).)
Barangsiapa
melakukan suatu
ibadah tetapi ia
melakukannya karena
mengharap pujian
manusia di samping
ridha Allah, maka
amalannya menjadi
sia-sia belaka. Seperti
disebutkan dalam
hadits qudsi,
“Aku adalah Dzat yang
paling tidak
membutuhkan sekutu.
Barangsiapa
melakukan suatu amal
dengan dicampuri
perbuatan syirik
kepadaku, niscaya Aku
tinggalkan dia dan
(tidak Aku terima)
amal
syiriknya.”( Hadits
riwayat Muslim, hadits
no. 2985.)
Barangsiapa
melakukan suatu amal
shalih, tiba-tiba
terdetik dalam hatinya
perasaan riya’, tetapi
ia membenci perasaan
tersebut, berusaha
melawan dan
menyingkirkannya,
maka amalannya
tetap sah. Berbeda
halnya jika ia hanya
diam dengan
timbulnya perasaan
‘riya, maka menurut
sebagian besar ulama,
amal yang
dilakukannya menjadi
batal dan sia-sia.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


03 THIYARAH / THATHOYYUR / MERASA SIAL / PESIMIS


THIYARAH /
THATHOYYUR /
MERASA SIAL /
PESIMIS
Thiyarah adalah
merasa bernasib sial
atau meramal nasib
buruk karena melihat
burung, binatang
lainnya atau apa saja.
Allah berfirman,
“Kemudian apabila
datang kepada
mereka kemakmuran,
mereka berkata “Ini
adalah karena (usaha)
kami. “Dan jika mereka
ditimpa kesusahan,
mereka lemparkan
sebab kesialan itu
kepada Musa dan
orang-orang yang
besertanya.” (Al-
A’raaf: 131)
Dahulu, di antara
tradisi orang Arab
adalah jika salah
seorang mereka
hendak melakukan
suatu pekerjaan,
bepergian misalnya,
maka mereka
meramal
peruntungannya
dengan burung. Salah
seorang dari mereka
memegang burung lalu
melepaskannya. Jika
burung itu terbang ke
arah kanan, maka ia
optimis, sehingga
melangsungkan
pekerjaannya.
Sebaiknya, jika burung
itu terbang ke arah
kiri, maka ia merasa
bernasib sial dan
mengurungkan
pekerjaan yang
diinginkannya.
Oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam
hukum perbuatan
tersebut diterangkan
dalam sabdanya,
“Thiyarah adalah
syirik.”( Hadits riwayat
Imam Ahmad : 1/389,
dalam Shahihul
Jami’no. 3955.)
Termasuk ke dalam
kepercayaan yang
diharamkan, yang juga
menghilangkan
kesempurnaan tauhid
adalah merasa
bernasib sial dengan
bulan-bulan tertentu.
Seperti, tidak mau
melakukan pernikahan
pada bulan Shafar.
Juga kepercayaan
bahwa hari Rabu yang
jatuh pada akhir hari
setiap bulan
membawa kerugian
terus menerus.
Termasuk juga
merasa sial dengan
angka 13, nama-nama
tertentu atau orang
cacat. Misalnya, jika ia
pergi membuka
tokonya, lalu di jalan
melihat orang buta
sebelah matanya
serta merta ia merasa
bernasib sial sehingga
mengurungkan niat
membuka toko. Juga
berbagai kepercayaan
yang semisalnya.
Semua hal di atas
hukumnya haram dan
termasuk syirik.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
berlepas diri dari
mereka, sebagaimana
disebutkan dalam
hadits riwayat Imran
bin Hushain,
“Tidak termasuk
golongan kami orang-
orang yang melakukan
atau meminta
tathayyur, meramal
atau meminta
diramalkan (dan saya
kira beliau juga
bersabda) dan yang
menyihir atau
meminta
disihirkan.”( Hadits
riwayat At-Thabrani
dalam Al-Kabir 18/162,
lihat Shahihul Jami’ no.
5435.)
Orang yang
terjerumus melakukan
hal-hal di atas,
hendaknya membayar
kaffarat sebagaimana
yang dituntunkan Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Abdullah bin Amr
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang
(kepercayaan)
thiyarahnya
mengurungkan hajat
(yang hendak
dilakukannya) maka
dia telah berlaku
syirik.” Mereka
bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa
kaffarat (tebusan)
daripadanya?” Beliau
bersabda, “Hendaknya
salah seorang dari
mereka mengatakan,
“Ya Allah, tiada
kebaikan kecuali
kebaikan dari Engkau,
tiada kesialan kecuali
kesialan dari Engkau
dan tidak ada
sembahan yang hak
selain Engkau.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
2/220; As-Silsilah Ash
Shahihah, no. 1065
(Hadits ini lemah,
sebaiknya disebutkan
dengan menerangkan
kelemahannya, Bin
Baz).)
Merasa pesimis dan
bernasib sial
merupakan salah satu
tabiat jiwa manusia.
Suatu saat, perasaan
itu menekan begitu
kuat dan pada saat
lain melemah.
Penawarnya yang
paling ampuh adalah
tawakkal kepada Allah
Ta’ala.
Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu
berkata:
“Dan tiada seorang
pun di antara kita
kecuali telah terjadi di
dalam jiwanya
sesuatu dari hal ini,
hanya saja Allah
menghilangkannya
dengan tawakkal
(kepada-Nya).”( Hadits
riwayat Abu Dawud,
No. 3910, dalam As
Silsilah Ash Shahihah
hadits no. 430.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


04 BERSUMPAH DENGAN NAMA SELAIN ALLAH


BERSUMPAH DENGAN
NAMA SELAIN ALLAH
Allah bersumpah
dengan nama apa saja
yang Ia kehendaki dari
segenap makhluk-Nya.
Sedangkan makhluk,
mereka tidak
dibolehkan bersumpah
dengan nama selain
Allah. Namun, bila kita
saksikan kenyataan
sehari-hari, betapa
banyak orang yang
bersumpah dengan
nama selain Allah.
Sumpah adalah salah
satu bentuk
pengagungan.
Karenanya ia tidak
layak diberikan
melainkan hanya
kepada Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadits
marfu’ dari Ibnu Umar
diriwayatkan:
“Ketahuilah,
sesungguhnya Allah
melarang kalian
bersumpah dengan
nama nenek
moyangmu.
Barangsiapa
bersumpah hendaknya
ia bersumpah dengan
nama Allah atau
diam.”( Hadits riwayat
Al Bukhari, Lihat Fathul
Bari, 11/530.)
Dan dalam hadits Ibnu
Umar radhiallahu
‘anhuma yang lain,
“Barangsiapa
bersumpah dengan
nama selain Allah,
maka dia telah
berbuat syirik.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad
2/125, lihat pula
Shahihul Jami’ no.
6204.)
Dalam hadits lain, Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa
bersumpah demi
amanat, maka dia
tidak termasuk
golonganku.”( Hadits
riwayat Abu Daud no.
3253 dan dalam As-
Silsilah Ash-Shahihah
no. 94.)
Karena itu, tidak boleh
bersumpah demi
Ka’bah, demi
kemuliaan dan demi
pertolongan. Juga tidak
boleh bersumpah
dengan berkah atau
hidup seseorang. Tidak
pula dengan kemuliaan
nabi, para wali, nenek
moyang atau anak
tertua. Semua hal
tersebut adalah
haram.
Barangsiapa
terjerumus melakukan
sumpah tersebut,
maka kaffaratnya
adalah membaca Laa
Ilaaha Illallah,
sebagaimana tersebut
dalam hadits shahih,
“Barangsiapa
bersumpah, kemudian
dalam sumpahnya ia
berkata demi Lata dan
‘Uzza, maka
hendaknya ia
mengucapkan “Laa
Ilaaha
Illallaah.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
Fathul Bari 11/536.)
Termasuk dalam bab
ini adalah beberapa
lafazh syirik dan
lafazh yang
diharamkan, yang
biasa diucapkan oleh
sebagian kaum
muslimin, di antaranya:
Aku berlindung kepada
Allah dan kepadamu;
Saya bertawakkal
kepada Allah dan
kepadamu; Ini adalah
dari Allah dan darimu;
Tak ada lain bagiku
selain Allah dan kamu;
Di langit cukup bagiku
Allah dan di bumi
cukup bagiku kamu;
Kalau bukan karena
Allah dan fulan ((Yang
benar, hendaknya
diucapkan dengan kata
kemudian. Misalnya,
saya berhasil karena
Allah kemudian karena
kamu. Demikian pula
hendaknya dengan
lafazh-lafazh yang
lain, Ibnu Baz).); Saya
berlepas diri dari Islam;
Wahai waktu yang sial
( Demikian pula dengan
setiap kalimat yang
mengandung
pencelaan terhadap
waktu. Seperti, ini
zaman edan, ini saat
yang penuh kesialan,
zaman yang
memperdaya. Sebab
pencelaan kepada
masa akan kembali
kepada Allah, karena
Dia lah yang
menciptakan masa
tersebut. ); Alam
berkehendak lain.
Termasuk dalam bab
ini pula adalah semua
nama-nama yang
dihambakan kepada
selain Allah seperti
Abdul Masih, Abdun
Nabi, Abdur Rasul,
Abdul Husain dan
sejenisnya.
Di antara istilah dan
semboyan modern
yang bertentangan
dengan tauhid adalah:
Islam Sosialis;
Demokrasi Islam;
Kehendak rakyat
adalah kehendak
tuhan; Agama untuk
Allah dan tanah air
untuk semua, Atas
nama Arabisme, Atas
nama revolusi dan
sejenisnya.
Termasuk hal yang
diharamkan adalah
memberikan gelar raja
diraja, hakimnya para
hakim atau gelar
sejenisnya kepada
seseorang. Memanggil
dengan kata sayyid
(tuan) atau yang
semakna kepada
orang munafik atau
kafir, dengan bahasa
Arab atau bahasa
lainnya. Menggunakan
kata “andaikata” yang
menunjukkan
penyesalan dan
kebencian sehingga
membuka pintu bagi
setan. Termasuk yang
juga dilarang adalah
ucapan “Ya Allah,
ampunilah aku jika
Engkau
menghendaki.” ( Untuk
pembahasan yang
lebih luas, lihat
Mu’jamul Manahi Al
Lafzhiyyah, Syaikh
Bakr Abu Zaid.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

05 DUDUK BERSAMA ORANG-ORANG MUNAFIK ATAU FASIK UNTUK BERAMAH TAMAH


DUDUK BERSAMA
ORANG ORANG
MUNAFIK ATAU
FASIK UNTUK
BERAMAH TAMAH
Banyak orang lemah
iman sengaja bergaul
dengan sebagian orang
fasik dan ahli maksiat,
bahkan mungkin
bergaul pula dengan
sebagian orang yang
menghina syariat
Islam, melecehkan
Islam dan para
penganutnya. Tidak
diragukan lagi,
perbuatan semacam
itu adalah haram dan
membuat cacat
aqidah. Allah
berfirman,
“Dan apabila kamu
melihat orang-orang
memperolok-olokan
ayat-ayat Kami, maka
tinggalkanlah mereka
sehingga mereka
membicarakan
pembicaraan yang lain.
Dan jika setan
menjadikan kamu lupa
(akan larangan ini),
maka janganlah kamu
duduk bersama orang-
orang yang zhalim itu
sesudah teringat
(akan larangan
itu).” (Al-An’am: 68)
Karenanya, jika
keadaan mereka
sebagaimana yang
disebutkan oleh ayat
di muka, betapapun
hubungan
kekerabatan,
keramahan dan
manisnya mulut
mereka, kita dilarang
duduk bersama
mereka. Kecuali bagi
orang yang ingin
berda’wah kepada
mereka, membantah
kebatilan atau
mengingkari mereka,
maka hal itu
dibolehkan. Adapun bila
hanya diam, atau
malah rela dengan
keadaan mereka,
maka hukumnya
haram. Allah
berfirman, “Jika
sekirannya kamu ridha
kepada mereka maka
sesungguhnya Allah
tidak ridha kepada
orang-orang yang
fasik itu.” (At-Taubah:
96)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


06 TIDAK THUMA'NINAH


TIDAK THUMA’NINAH
DALAM SHALAT
Di antara kejahatan
pencurian terbesar
adalah pencurian
dalam shalat,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Sejahat-jahat pencuri
adalah orang yang
mencuri dari
shalatnya.” Mereka
bertanya, “Bagaimana
ia mencuri dari
shalatnya?” Beliau
menjawab, “Ia tidak
menyempurnakan
ruku dan
sujudnya.”( Hadits
riwayat Ahmad, 5/310
dan dalam Shahihul
Jami’ hadits no.997)
Meninggalkan
thuma’ninah
( Thuma’ninah adalah
diam beberapa saat
setelah tenangnya
anggota-anggota
badan, para ulama
memberi batasan
minimal yaitu sekedar
waktu yang diperlukan
untuk membaca
tasbih. Lihat Fiqhus
Sunnah, Sayyid Sabiq,
1/124 (pent).); Tidak
meluruskan dan
mendiamkan
punggung sesaat
ketika ruku’ dan sujud;
Tidak tegak ketika
bangkit dari ruku;
serta ketika duduk
antara dua sujud;
Semuanya merupakan
kebiasaan yang sering
dilakukan oleh
sebagian besar kaum
muslimin. Bahkan,
hampir bisa dikatakan,
tak ada satu masjid
pun kecuali di
dalamnya terdapat
orang-orang yang
tidak thuma’ninah
dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah
rukun shalat, tanpa
melakukannya shalat
menjadi tidak sah. Ini
sungguh persoalan
yang sangat serius.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tidak sah shalat
seseorang, sehingga ia
meluruskan
punggungnya ketika
ruku’ dan
sujud.”( Hadits
riwayat Abu Daud,
1/533, dalam Shahihul
Jami’ , hadits no.
7224.)
Tak diragukan lagi, ini
suatu kemungkaran.
Pelakunya harus
dicegah dan
diperingatkan akan
ancamannya. Abu
Abdillah Al-Asy’ari
berkata, “(Suatu
ketika) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam shalat
bersama para
sahabatnya, kemudian
beliau duduk bersama
sekelompok dari
mereka. Tiba-tiba
seorang laki-laki
masuk dan berdiri
menunaikan shalat.
Orang itu ruku’ lalu
sujud dengan cara
mematuk,( Sujud
dengan cara mematuk
maksudnya, sujud
dengan cara tidak
menempelkan hidung
di lantai. Dengan kata
lain, sujud itu tidak
sempurna. Sujud yang
sempurna adalah
sebagaimana
disebutkan dalam
hadits Ibnu Abbas,
bahwasanya ia
mendengar Nabi
bersabda, “Jika
seorang hamba sujud,
maka ia sujud dengan
tujuh anggota badan
(nya); Wajah, dua
telapak tangan, dua
lutut dan dua telapak
kakinya.” HR. Jama’ah,
kecuali Al-Bukhari,
Lihat Fiqhus Sunnah,
Sayyid Sabiq, 1/124.)
maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Apakah kalian
menyaksikan orang
ini? Barangsiapa
meninggal dengan
keadaan seperti ini
(shalatnya) maka dia
meninggal di luar
agama Muhammad. Ia
mematuk dalam
shalatnya
sebagaimana burung
gagak mematuk
darah. Sesungguhnya
perumpamaan orang
yang shalat dan
mematuk dalam
sujudnya adalah
bagaikan orang lapar
yang tidak makan
kecuali sebutir atau
dua butir kurma,
bagaimana ia bisa
merasa cukup
(kenyang)
dengannya?”(Hadits
riwayat Ibnu
Khuzaimah dalam
kitab shahihnya,
1/332. Lihat pula
Shifatu Shalatin Nabi,
oleh Al-Albani hal 131.),
Zaid bin Wahb berkata,
Hudzaifah pernah
melihat seorang laki-
laki tidak
menyempurnakan
ruku’ dan sujud(nya).
Ia lalu berkata, “Kamu
belum shalat,
seandainya engkau
mati (dengan
membawa shalat
seperti ini) niscaya
engkau mati di luar
fitrah (Islam) yang
sesuai dengan fitrah
tersebut Allah
menciptakan
Muhammad shallallahu
‘alaihi
wasallam.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
Fathul Bari, 2/274.)
Orang yang
meninggalkan
thuma’ninah ketika
mengerjakan shalat,
sedang ia mengetahui
hukumnya, maka
wajib baginya
mengulangi shalatnya
seketika dan
bertaubat atas shalat-
shalat yang dia
lakukan tanpa
thuma’ninah pada
masa-masa lalu. Ia
tidak wajib mengulangi
shalat-shalatnya di
masa lalu,
berdasarkan hadits,
“Kembalilah dan
shalatlah,
sesungguhnya engkau
belum shalat.”
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

07 BANYAK MELAKUKAN GERAKAN SIA-SIA DALAM SHALAT


BANYAK MELAKUKAN
GERAKAN SIA-SIA
DALAM SHALAT
Sebagian umat Islam
hampir tak terelakkan
dari bencana ini. Yakni
melakukan gerakan
yang tidak ada
gunanya dalam shalat.
Mereka tidak
mematuhi perintah
Allah yang tersebut
dalam firman-Nya,
“Berdirilah karena Allah
(dalam shalatmu)
dengan khusyu’.” (Al-
Baqarah: 238)
Juga tidak memahami
firman Allah,
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-
orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang
yang khusyu’ dalam
shalatnya.” (Al-
Mukminun: 1-2)
Suatu saat, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam ditanya
tentang hukum
meratakan tanah
ketika sujud. Beliau
menjawab,
“Jangan engkau
mengusap ketika
engkau dalam keadaan
shalat. Jika (terpaksa)
harus melakukannya,
maka (cukup) sekali
meratakan
kerikil.”( Hadits
riwayat Abu Dawud,
11/581; dalam Shahihul
Jami’ no. 7452 (Imam
Muslim meriwayatkan
hadits senada dari
Mu’aiqib, Ibnu Baz).)
Para ulama
menyebutkan, banyak
gerakan secara
berturut-turut tanpa
dibutuhkan dapat
membatalkan shalat.
Apalagi orang yang
melakukan pekerjaan
yang tidak ada
gunanya dalam shalat.
Berdiri di hadapan Allah
sambil melihat jam
tangan, membetulkan
pakaian, memasukkan
jari ke dalam hidung,
melempar pandangan
ke kiri, dan ke kanan
atau ke atas langit. Ia
tidak takut kalau-
kalau Allah mencabut
penglihatannya atau
syetan melalaikannya
dari ibadah shalat.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


08 MENDAHULUI IMAM SECARA SENGAJA DALAM SHALAT


MENDAHULUI IMAM
SECARA SENGAJA
DALAM SHALAT
Di antara tabiat
manusia adalah
tergesa-gesa dalam
tindakannya. Allah
berfirman, “Dan adalah
manusia bersifat
tergesa-gesa.” (A-
Isra’: 11)
“Pelan-pelan adalah
dari Allah dan tergesa-
gesa adalah dari
setan.”( Hadits yang
diriwayat dalam As-
Sunan Al-Kubra,
10/104; Dalam As-
Silsilah Ash Shahihah,
hadits no. 1795.)
Dalam shalat jama’ah,
sering orang
menyaksikan di kanan
kirinya banyak orang
yang mendahului imam
dalam ruku’, sujud,
takbir perpindahan,
bahkan mendahului
salam imam. Mungkin
dengan tak disadari,
hal itu juga terjadi
pada diri sendiri.
Perbuatan yang
barangkali dianggap
persoalan remeh oleh
sebagian besar umat
Islam itu, oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
diperingatkan dan
diancam secara keras
dalam sabdanya,
“Tidakkah takut orang
yang mengangkat
kepalanya sebelum
imam, bahwa Allah
akan mengubah
kepalanya menjadi
kepala
keledai?”( Hadits
riwayat Muslim,
1/320-321.)
Jika saja orang yang
hendak melakukan
shalat dituntut untuk
mendatanginya
dengan tenang,
bagaimana pula halnya
dengan shalat itu
sendiri? Tetapi
terkadang orang
memahami larangan
mendahului imam itu
dengan harus
terlambat dari gerakan
imam. Hendaknya
dipahami, para fuqaha’
telah menyebutkan
kaidah yang baik
dalam masalah ini
yaitu, hendaknya
makmum segera
bergerak ketika imam
telah selesai
mengucap takbir.
Ketika imam selesai
melafazhkan huruf
(ra’) dari kalimat
Allahu Akbar, saat
itulah makmum harus
segera mengikuti
gerakan imam, tidak
mendahului dari
batasan tersebut atau
mengakhirkannya. Jika
demikian, maka
batasan itu menjadi
jelas.
Dahulu para sahabat
radhiallahu ‘anhum
sangat berhati-hati
sekali untuk tidak
mendahului Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam. Salah
seorang sahabat
bernama Al- Barra’ bin
Azib radhiallahu ‘anhu
berkata,
“Sungguh mereka
(para sahabat) shalat
di belakang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam, maka jika
beliau mengangkat
kepalanya dari ruku’,
saya tidak melihat
seorang pun yang
membungkukkan
punggungnya,
sehingga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam meletakkan
keningnya di atas, lalu
orang yang berada di
belakangnya
bersimpuh sujud
(bersamanya).”( Hadits
riwayat Muslim, hadits
no 474, cet, Abdul
Baqi.)
Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam mulai uzur
dan geraknya tampak
pelan, beliau
mengingatkan orang-
orang yang shalat di
belakangnya,
“Wahai sekalian
manusia, sungguh aku
telah lanjut usia, maka
janganlah kalian
mendahuluiku dalam
ruku’ dan
sujud…”( Hadits
riwayat Al-Baihaqi,
2/93, dan hadits
tersebut dihasankan
dalam Irwa’ul Ghalil,
2/290.)
Dalam shalatnya,
imam hendaknya
melakukan sunnah
dalam takbir, yakni
sebagaimana
disebutkan dalam
hadits Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu:
“Bila Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam berdiri untuk
shalat, beliau bertakbir
ketika berdiri,
kemudian bertakbir
ketika ruku’, kemudian
bertakbir ketika turun
(hendak sujud),
kemudian bertakbir
ketika mengangkat
kepalanya, kemudian
bertakbir ketika sujud,
kemudian bertakbir
ketika mengangkat
kepalanya, demikian
beliau lakukan dalam
semua shalatnya
sampai selesai dan
bertakbir ketika
bangkit dari dua
(rakaat) setelah duduk
(tasyahud
pertama).”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
hadits no. 756 cet. Al-
Bagha.)
Jika imam menjadikan
takbirnya bersamaan
dan beriringan dengan
gerakannya, sedang
makmum
memperhatikan
ketentuan dan cara
mengikuti imam,
sebagaimana
disebutkan di muka,
maka jama’ah dalam
shalat tersebut
menjadi sempurna.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

09 MASUK MASJID SEHABIS MAKAN BAWANG MERAH, BAWANG PUTIH ATAU SESUATU YANG BERBAU TAK SEDAP


MASUK MASJID
SEHABIS MAKAN
BAWANG MERAH,
BAWANG PUTIH
ATAU SESUATU YANG
BERBAU TAK SEDAP
Allah berfirman, “Hai
anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki)
masjid… (Al-A’raf: 31)
Jabir radhiallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa makan
bawang putih atau
bawang merah
hendaknya ia menjauhi
kami. Atau beliau
bersabda, hendaknya
ia menjauhi masjid
kami dan diam di
rumahnya.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
2/339.)
Dalam riwayat Muslim
disebutkan,
“Barangsiapa makan
bawang merah,
bawang putih dan
bawang bakung, maka
janganlah mendekati
masjid kami.
Sesungguhnya
malaikat merasa
tergangggu dengan
sesuatu yang anak
Adam merasa
terganggu
dengannya.”( Hadits
riwayat Muslim,
1/395.)
Suatu ketika, Umar bin
Khaththab radhiallahu
‘anhu berkhutbah
Jum’at, dalam
khutbahnya ia
berkata,
“…kemudian kalian
wahai manusia,
memakan dua pohon
yang aku tidak
memandangnya,
kecuali dua hal yang
buruk (baunya), yakni
bawang merah dan
bawang putih.
Sungguh aku melihat
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
apabila mendapatkan
bau keduanya dari
seseorang di dalam
masjid, beliau
memerintahkan orang
tersebut keluar ke
padang luas. Karena
itu, barangsiapa
memakannya
hendaknya mematikan
(bau) keduanya
dengan
memasaknya.” (Hadits
riwayat Muslim,
1/396.)
Termasuk dalam hal
ini adalah mereka yang
langsung masuk
masjid usai bekerja,
lalu ketiak dan kaos
kaki mereka
menyebarkan bau tak
sedap.
Lebih buruk dari itu
adalah orang-orang
yang membiasakan diri
merokok yang
hukumnya adalah
haram. Kemudian
mereka masuk masjid
dan menebarkan bau
yang mengganggu
hamba-hamba Allah,
para malaikat dan
mereka yang shalat.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


10 ZINA


ZINA
Di antara tujuan
syariat adalah
menjaga kehormatan
dan keturunan. Karena
itu syariat Islam
mengharamkan zina.
Allah berfirman, “Dan
janganlah kamu
mendekati zina,
sesungguhnya zina itu
adalah suatu
perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang
buruk.” (Al-Isra’: 32)
Bahkan syari’at
menutup segala pintu
dan sarana yang
mengundang
perbuatan zina, yakni
dengan mewajibkan
hijab, menundukkan
pandangan, juga
dengan melarang
khalwat (berduaan di
tempat yang sepi)
dengan lawan jenis
yang bukan mahram
dan sebagainya.
Pezina muhshan (yang
telah beristeri)
dihukum dengan
hukuman yang paling
berat dan
menghinakan, yaitu
dengan merajam
(melempari)nya
dengan batu hingga
mati. Hukuman itu
ditimpakan agar ia
merasakan akibat dari
perbuatannya yang
keji, juga agar setiap
anggota tubuhnya
kesakitan,
sebagaimana seluruh
tubuhnya telah
menikmati yang
haram.
Adapun pezina yang
belum pernah
melakukan senggama
melalui nikah yang sah,
maka ia dicambuk
sebanyak seratus kali.
Suatu bilangan yang
paling banyak dalam
hukuman cambuk
yang dikenal dalam
Islam. Hukuman itu
harus disaksikan oleh
sekelompok kaum
mukminin. Suatu bukti
betapa hukuman itu
amat dihinakan dan
dipermalukan. Tidak
hanya itu, pezina
tersebut selanjutnya
harus dibuang dan
diasingkan dari tempat
ia melakukan
perzinaan, selama
satu tahun penuh.
Adapun siksaan para
pezina -baik laki-laki
maupun perempuan- di
alam barzakh adalah
ditempatkan di dapur
api yang atasnya
sempit dan bawahnya
luas. Dari bawah
tempat tersebut, api
dinyalakan. Sedang
mereka berada di
dalamnya dalam
keadaan telanjang. Jika
api dinyalakan, maka
mereka berteriak,
melolong-lolong dan
memanjat ke atas
hingga hampir-hampir
saja mereka bisa
keluar. Tapi bila api
dipadamkan, mereka
kembali lagi ke
tempatnya semula (di
bawah), lalu api
kembali dinyalakan.
Demikian terus
berlangsung hingga
datangnya Hari
Kiamat.
Keadaannya akan lebih
buruk lagi jika laki-laki
tersebut sudah tua
tapi masih terus
berbuat zina, padahal
kematian hampir
menjemputnya, tetapi
Allah masih
memberinya tenggang
waktu.
Dalam hadits marfu’
dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu
disebutkan,
“Tiga (jenis manusia)
yang tidak akan diajak
bicara oleh Allah pada
Hari Kiamat, juga Allah
tidak akan menyucikan
mereka dan tidak pula
memandang kepada
mereka, sedang bagi
mereka siksa yang
pedih, yaitu: Laki-laki
tua yang suka berzina,
seorang raja pendusta
dan orang miskin yang
sombong.” (Hadits
riwayat Muslim,
1/102-103.)
Di antara cara
mendapatkan rezeki
yang terburuk adalah
mahrul baghyi. Yaitu
upah yang diberikan
kepada wanita pezina
oleh laki-laki yang
menzinainya.
Pezina yang mencari
rezeki dengan
menjajakan
kemaluannya tidak
diterima do’anya.
Bahkan meski do’a itu
dipanjatkan di tengah
malam, saat pintu-
pintu langit dibuka.
(Hadits masalah ini
terdapat dalam
Shahihul Jami’ , no.
2971.)
Kebutuhan dan
kemiskinan bukanlah
suatu alasan yang
dibenarkan syara’
sehingga seseorang
boleh melanggar
ketentuan dan hukum-
hukum Allah. Orang
Arab dahulu berkata,
“Seorang wanita
merdeka kelaparan
tetapi tidak makan
dengan menjajakan
kedua buah dadanya,
bagaimana mungkin
dengan menjajakan
kemaluannya?”
Di zaman kita
sekarang, segala pintu
kemaksiatan dibuka
lebar-lebar. Syetan
mempermudah jalan
(menuju kemaksiatan)
dengan tipu dayanya
dan tipu daya
pengikutnya. Para
tukang maksiat dan
ahli kemungkaran
membeo syetan.
Maka, bertebaranlah
para wanita yang
pamer aurat dan
keluar rumah tanpa
mengenakan pakaian
yang diperintahkan
agama. Tatapan yang
berlebihan dan
pandangan yang
diharamkan menjadi
fenomena umum.
Pergaulan bebas
antara laki-laki dengan
perempuan merajalela.
Rumah-rumah mesum
semakin laku.
Demikian pula dengan
film-film yang
membangkitkan nafsu
hewani. Banyak orang
melancong ke negeri-
negeri yang
menjanjikan
kebebasan maksiat. Di
sana-sini berdiri bursa
sex. Pemerkosaan
merajalela di mana-
mana. Jumlah anak
haram semakin
meningkat tajam.
Demikian pula halnya
dengan kegiatan
aborsi (pengguguran
kandungan) akibat
kumpul kebo dan
sebagainya.
Ya Allah, kami mohon
rahmat dan belas
kasihMu, perlindungan
dan pemeliharaan dari
sisi-Mu yang
dengannya Engkau
melindungi kami dari
perbuatan keji dan
mungkar. Ya Allah,
kami mohon pada-Mu,
bersihkanlah segenap
hati kami dan pelihara
serta bentengilah
kemaluan dan
kehormatan kami.
Jadikanlah dinding
pembatas antara kami
dengan hal-hal yang
diharamkan.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

11 LIWATH (HOMOSEKSUAL)


LIWATH
(HOMOSEKSUAL)
Kemungkaran yang
dilakukan oleh kaum
Nabi Luth pada zaman
dahulu adalah
menggauli laki-laki
(homoseksual).
Allah berfirman, “Dan
(ingatlah) ketika Luth
berkata kepada
kaumnya:
“Sesungguhnya kamu
benar-benar
mengerjakan
perbuatan yang amat
keji yang belum pernah
dikerjakan oleh
seorang pun dari
umat-umat sebelum
kamu. Apakah
sesungguhnya kamu
patut mendatangi laki-
laki, menyamun dan
mengerjakan
kemungkaran di
tempat-tempat
pertemuan?” (Al-
Ankabut: 28-29)
Karena keji, buruk dan
amat bahayanya
kemungkaran
tersebut, sehingga
Allah menghukum
pelaku homoseksual
dengan empat macam
siksaan sekaligus.
Suatu bentuk siksa
yang belum pernah
ditimpakan kepada
kaum lain. Keempat
siksaan tersebut
adalah: Dibutakan,
dijungkirbalikkan,
dihujani dengan batu-
batu kerikil dari Neraka
dan dikirimi halilintar.
Adapun dalam syari’at
Islam, hukuman
pelaku homoseksual
dan partnernya, jika
atas dasar suka sama
suka -menurut
pendapat yang kuat-
adalah dipenggal
lehernya dengan
pedang.
“Barangsiapa yang
kalian dapati sedang
melakukan perbuatan
kaum Luth
(homoseksual), maka
bunuhlah pelaku dan
patnernya.” (Hadits
riwayat Ahmad,
1/300; dalam Shahihul
Jami’, hadits no. 6565.)
Timbulnya berbagai
penyakit -yang pada
zaman nenek moyang
tak dikenal, sebagai
hukuman atas
merajalelanya
kemaksiatan-
sebagaimana yang
kita saksikan
sekarang, seperti
tha’un( Tha’un adalah
sejenis penyakit pes
yang menjadikan
kelenjar-kelenjar
bengkak. Dahulu,
dikenal lebih banyak
menghantar
penderitanya pada
kematian (pent).)
(sejenis pes) dan
macam-macam
penyakit yang sulit
disembuhkan bahkan
belum ditemukan
penawarnya, seperti
penyakit AIDS yang
mematikan. Hal ini
menunjukkan salah
satu hikmah, mengapa
begitu keras hukuman
yang diberikan Allah
untuk para pelaku
homo seksual.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


12 PENOLAKAN ISTRI TERHADAP AJAKAN SUAMI


12 PENOLAKAN ISTRI
TERHADAP AJAKAN
SUAMI
Dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam,
bahwasanya beliau
bersabda,
“Jika seorang suami
mengajak istrinya ke
tempat
tidur.”(Maksudnya
untuk melakukan
jima’ (bersenggama,
bersetubuh).) Lalu ia
menolak, sehingga
suaminya marah
kepadanya, maka
malaikat melaknat
perempuan itu hingga
datang pagi.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari 6/314.)
Manakala terjadi
perselisihan dengan
suami, banyak
perempuan yang
menghukum -menurut
dugaannya- suaminya
dengan menolak
melakukan hubungan
suami istri. Padahal
perbuatan semacam
itu bisa mendatangkan
masalah yang lebih
besar. Misalnya
terperosoknya suami
pada perbuatan
haram. Bahkan
masalahnya bisa
menjadi berbalik -
sehingga bisa lebih
menyusahkan istri-,
misalnya sang suami
berusaha menikahi
perempuan lain.
Karena itu, manakala
suami memanggil,
hendaknya sang istri
segera memenuhi
ajakannya. Hal itu
sebagai realisasi dari
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Jika seorang laki-laki
mengajak istrinya ke
tempat tidur,
hendaknya ia
memenuhi
panggilannya, bahkan
meskipun sedang
berada di atas
sekedup(Sekedup
adalah sesuatu yang
diletakkan di atas
punggung unta. Digu-
nakan oleh
penunggangnya
sebagai tempat
duduk, berlindung diri
dan berteduh.).”( Lihat
Zawaidul Bazzar,
2/181; dalam Shahihul
Jami’, hadits no. 547.)
Meski begitu,
hendaknya sang suami
memperhatikan
kondisi istrinya. Misal
apakah sang isteri
dalam keadaan sakit,
hamil, atau dirundung
kesedihan, sehingga
tak terjadi perpecahan
dan keharmonisan
rumah tangga tetap
terjaga.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

13 MINTA DITHALAK SUAMI TANPA SEBAB YANG DIBOLEHKAN SYARA


13 MINTA DITHALAK
SUAMI TANPA SEBAB
YANG DIBOLEHKAN
SYARA’
Ketika terjadi sedikit
percekcokan dengan
suami, banyak di
antara para istri yang
langsung mengambil
jalan pintas, minta
cerai. Ada juga
perceraian itu
disebabkan sang
suami tak mampu
memberi nafkah
seperti yang diinginkan
istri.
Padahal, terkadang
keputusan itu diambil
hanya karena
pengaruh dari sebagian
keluarganya atau
tetangga yang
memang hendak
merusak keluarga
orang lain. Bahkan tak
jarang yang
menantang sang
suami dengan kata-
kata yang
menegangkan urat
leher. Misalnya, kalau
kamu memang laki-
laki, ceraikan saya.
Semua mengetahui,
bahwa thalak
melahirkan banyak
kerugian besar, di
antaranya; putusnya
tali keluarga; lepasnya
kendali anak dan
terkadang disudahi
dengan menyesal pada
saat penyesalan tak
lagi berguna dan
sebagainya.
Dengan akibat-akibat
seperti disebutkan di
atas, menjadi nyatalah
hikmah syariat
mengharamkan
perbuatan tersebut.
Dalam sebuah hadits
marfu’ riwayat
Tsauban radhiallahu
‘anhu disebutkan:
“Siapa saja wanita
yang minta diceraikan
oleh suaminya tanpa
alasan yang
dibolehkan, maka
haram baginya bau
Surga.”( Hadits
riwayat Ahmad,
5/277; dalam Shahihul
Jami’ , hadits no.
2703.)
Hadits marfu’ lain
riwayat Uqbah bin
Amir radhiallahu ‘anhu
menyebutkan,
“Sesungguhnya
wanita-wanita yang
melepaskan dirinya
dan memberikan harta
kepada suaminya agar
diceraikan, mereka
adalah orang-orang
munafik.”( Hadits
riwayat Ath-Thabrani,
17/339, dalam Shahihul
Jami’, hadits no. 1934.)
Adapun jika memang
ada sebab-sebab yang
dibolehkan menurut
syara’, seperti:
Suaminya suka
meninggalkan shalat;
Suka minum-minuman
keras dan narkotika;
Memaksa istrinya
berbuat haram; Suka
menyiksanya dan
menolak memberikan
hak-hak istri; Tidak
lagi mau mendengar
nasihat dan tak
berguna lagi upaya
ishlah (perbaikan),
maka tidak mengapa
bagi sang istri
meminta cerai,
sehingga ia tetap
dapat memelihara diri
dan agamanya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


14 ZHIHAR


14 ZHIHAR
Di antara ungkapan
Jahiliyah yang masih
tersebar di kalangan
umat ini adalah
ungkapan yang
menjerumuskan
kepada persoalan
zhihar. Seperti ucapan
seorang suami kepada
isterinya,
“Bagiku, engkau
seperti punggung
ibuku; atau engkau
haram bagiku,
sebagaimana
haramnya saudara
perempuanku.” Atau
ucapan-ucapan kotor
lain yang dibenci
syari’at, karena di
dalamnya
mengandung
penganiayaan
terhadap wanita.
Dalam hal ini Allah
Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang
menzhihar istrinya di
antara kamu
(menganggap istrinya
seperti ibunya,
padahal) tiadalah isteri
mereka itu ibu mereka.
Ibu-ibu mereka tidak
lain hanyalah wanita
yang melahirkan
mereka. Dan
sesungguhnya mereka
sungguh-sungguh
mengucapkan suatu
perkataan yang
mungkar dan dusta.
Dan sesungguhnya
Allah Maha Pema’af
lagi maha
Pengampun.” (Al
Mujadilah: 2)
Syari’at Islam
menjadikan kaffarat
zhihar demikian berat,
yakni hampir
menyerupai kaffarat
pembunuhan yang
tidak disengaja.
Demikian pula
menyerupai kaffarat
senggama pada siang
hari di bulan
Ramadhan. Seorang
yang telah menzhihar
istrinya, tidak boleh
mendekati istrinya,
kecuali setelah ia
membayar kaffarat
tersebut.
Allah berfirman,
“Orang-orang yang
menzhihar isteri
mereka, kemudian
mereka hendak
menarik kembali apa
yang mereka ucapkan,
maka (wajib atasnya)
memerdekakan
seorang budak
sebelum kedua suami
isteri itu bercampur.
Demikianlah yang
diajarkan kepada
kamu dan Allah Maha
Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Barangsiapa yang
tidak mendapatkan
(budak), maka (wajib
atasnya) berpuasa
dua bulan berturut-
turut sebelum
keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak
kuasa (wajib atasnya)
memberi makan enam
puluh orang miskin.
Demikianlah supaya
kamu beriman kepada
Allah dan Rasulnya.
Dan itulah hukum-
hukum Allah. Dan bagi
orang-orang kafir ada
siksaan yang sangat
pedih.” (Al-Mujadilah:
3-4)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

15 MENGGAULI ISTERI SAAT HAID


15 MENGGAULI
ISTERI SAAT HAID
Allah berfirman,
“Mereka bertanya
kepadamu tentang
haid. Katakanlah, “Haid
itu adalah kotoran.
Oleh sebab itu,
hendaklah kamu
menjauhkan diri dari
wanita di waktu haid
dan janganlah kamu
mendekati mereka,
sebelum mereka
suci.” (Al-Baqarah: 222)
Karena itu seorang
suami tidak halal
menggauli isterinya
sehingga ia mandi
setelah darah haidnya
berhenti. Allah
berfirman, “Apabila
mereka telah suci,
maka gaulilah mereka
di tempat yang
diperintahkan oleh
Allah kepadamu.” (Al-
Baqarah: 222)
Mengenai kotornya
perbuatan menggauli
istri saat haid itu
disebutkan dalam
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Barangsiapa
menggauli istri (yang
sedang) haid atau
menggauli di duburnya
atau mendatangi
dukun, maka ia telah
kufur (mengingkari)
dengan apa yang
diturunkan pada
Muhammad.”( Hadits
riwayat Al-Tirmidzi
dari Abu Hurairah,
1/243; dalam Shahihul
Jami’ hadits no. 5918.)
Tetapi orang yang
melakukannya dengan
tanpa sengaja serta
tidak mengetahui
kondisi sang istri,
maka ia tidak berdosa.
Berbeda jika ia
melakukannya dengan
sengaja serta
mengetahui kondisi
sang istri, maka wajib
baginya membayar
kaffarat, menurut
sebagian ulama yang
menganggap shahih
hadits tentang
kaffarat, yakni dengan
membayar satu dinar
atau setengahnya.
Dalam penerapan
kaffarat ini, para
ulama juga berbeda
pendapat. Sebagian
berkata, ia boleh
memilih antara
keduanya (satu atau
setengah dinar).
Sebagian lain
berpendapat, jika ia
menggauli di awal haid
(ketika darah masih
keluar banyak), maka
ia membayar satu
dinar dan jika ia
menggaulinya di akhir
haid, saat darah
tinggal sedikit atau
sebelum mandi dari
haid, maka ia
membayar setengah
dinar.
Menurut ukuran
umum, satu dinar
adalah 4,25 gram
emas. Orang-orang
yang bersangkutan
boleh bersedekah
dengannya atau
dengan uang yang
senilai dengannya.
[i]( (Yang benar adalah
dia boleh memilih
antara membayar
kaffarat satu dinar
atau setengahnya,
baik di awal haid atau
di akhirnya. Adapun
dinar adalah senilai 4/6
junaih Saudi, sebab
satu junaih Saudi
sama dengan 1


16 MENGGAULI ISTERI LEWAT DUBUR (ANAL SEKS)


16 MENGGAULI
ISTERI LEWAT
DUBUR (ANAL SEKS)
Sebagian orang yang
memiliki kelainan
(abnormal) dari
kalangan orang-orang
yang lemah iman tidak
segan-segan
menggauli isterinya
lewat dubur (tempat
keluarnya kotoran).
Perbuatan tersebut
termasuk dosa besar.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melaknat para pelaku
perbuatan keji
tersebut.
Dalam sebuah hadits
marfu’ dari Abu
Hurairah radhiallahu
‘anhu disebutkan:
“(Sungguh) terlaknat
orang yang menggauli
isteri lewat
duburnya.”( Hadits
riwayat Ahmad,
2/479; dalam Shahihul
Jami’, hadits no. 5865.)
Bahkan lebih dari itu
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda:
“Barangsiapa
menggauli isteri (yang
sedang) haid atau
menggauli di duburnya
atau mendatangi
dukun maka ia telah
kufur (mengingkari)
dengan apa yang
diturunkan pada
Muhammad.”( Hadits
riwayat At-Tirmidzi,
dari Abu Hurairah,
1/243; dalam Shahihul
Jami’, hadits no. 5918.)
Meskipun beberapa
wanita normal enggan
melayani kelainan
suaminya, tapi pada
akhirnya banyak yang
tak berdaya. Sebab
tak jarang suami
mengancam akan
menceraikannya jika ia
menolak.
Sebagian lain menipu
istrinya yang malu
bertanya tentang
hukum masalah
tersebut dengan
mengatakan, hal itu
halal dan dibolehkan.
Mereka berdalil,
“Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah
tempat bercocok
tanam, maka
datangilah tanah
tempat bercocok
tanammu itu
bagaimana saja kamu
kehendaki.” (Al-
Baqarah: 223)
Padahal kita tidak
boleh menafsirkan
maksud ayat di atas
sesuai dengan
keinginan kita, tetapi
kita harus merujuk
kepada Sunnah. Sebab
sebagaimana telah
dimaklumi bersama,
Sunnah adalah
penjelas Al-Qur’an.
Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam
menjelaskan, suami
boleh sekehendaknya
menggauli isteri dari
arah depan atau
belakang selama di
tempat jalan kelahiran
anak (vagina). Dan tak
diragukan lagi dubur
atau anus bukanlah
jalan kelahiran anak,
tetapi jalan keluarnya
kotoran manusia.
Di antara sebab
terjadinya perbuatan
dosa ini saat
memasuki kehidupan
rumah tangga yang
suci, mereka masih
membawa warisan
jahiliyah yang kotor,
berupa berbagai
adegan menyimpang
yang diharamkan.
Atau masih
membawa ingatan
dan imajinasi adegan
film-film porno tanpa
taubat kepada Allah.
Perbuatan ini tetap
haram, meskipun
dilakukan atas dasar
suka sama suka oleh
suami isteri. Karena
saling merelakan
untuk mengerjakan
perbuatan haram tidak
menjadikannya
sebagai perbuatan
halal.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

17. TIDAK BERBUAT ADIL DI ANTARA PARA ISTRI


17. TIDAK BERBUAT
ADIL DI ANTARA
PARA ISTRI
Di antara yang
diwasiatkan Allah
kepada kita dalam
kitab-Nya yang mulia
adalah berbuat adil di
antara para istri. Allah
berfirman, “Dan kamu
sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri
(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat
demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada
yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan
yang lain terkatung-
katung. Dan jika kamu
mengadakan
perbaikan dan
memelihara diri (dari
kecurangan), maka
sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (An
Nisa’: 129)
Keadilan yang dituntut
adalah dalam membagi
giliran menginap di
masing-masing istri,
dalam memberikan
hak nafkah, pakaian
dan tempat tinggal.
Jadi, keadilan yang
dituntut bukanlah
dalam soal perasaan
cinta yang ada di hati,
sebab seorang hamba
tidak akan mampu
menguasai perasaan
hatinya.
Sebagian orang yang
berpoligami, ada yang
lebih cenderung dan
berat kepada salah
seorang istrinya,
sehingga tak
mengacuhkan yang
lain. Seperti
memberinya giliran
menginap atau nafkah
lebih banyak daripada
kepada istrinya yang
lain. Ini jelas suatu
perbuatan haram.
Pada Hari Kiamat
orang tersebut akan
mendapati dirinya
sebagaimana
disabdakan oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa memiliki
dua istri dan ia
cenderung kepada
salah seorang dari
keduannya, niscaya ia
akan datang pada hari
Kiamat dalam keadaan
sisi badannya
condong.”( Hadits
riwayat Abu Daud,
2/601; Shahihul Jami,
hadits no. 6491.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


18. KHALWAT (BERDUAAN) DENGAN WANITA YANG BUKAN MAHRAM


18. KHALWAT
(BERDUAAN) DENGAN
WANITA YANG
BUKAN MAHRAM
?Syetan amat giat
dalam menebarkan
fitnah dan
menjerumuskan
manusia kepada yang
haram. Karena itu,
Allah mengingatkan
kita dengan
firmanNya, “Hai orang-
orang yang beriman,
janganlah kamu
mengikuti langkah-
langkah syetan.
Barangsiapa mengikuti
langkah-langkah
syetan maka
sesungguhnya syetan
itu menyuruh
mengerjakan
perbuatan keji dan
mungkar.” (An-Nur: 21)
Kemudian syetan
masuk kepada anak
Adam melalui aliran
darah. Di antara cara-
cara syetan dalam
menjerumuskan
manusia ke dalam
perbuatan keji adalah
khalwat dengan
wanita bukan
mahram. Karenanya,
syari’at Islam
menutup pintu
tersebut,
sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Tidaklah seorang laki-
laki berkhalwat
dengan wanita, kecuali
pihak ketiganya adalah
syetan.”( Hadits
riwayat At-Turmudzi,
3/474; lihat Misykatul
Mashabih, 3188.)
Dari Ibnu Umar
radhiallahu ‘anhuma
bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Sungguh hendaknya
tidak masuk seorang
laki-laki dari kamu,
setelah hari ini kepada
wanita yang tidak ada
bersamanya (suami
atau mahramnya),
kecuali bersamanya
seorang atau dua
orang laki-laki”( Hadits
riwayat Muslim,
4/1711.)
Berdasarkan petunjuk
hadits di atas, maka
tidak dibolehkan
seorang laki-laki
berkhalwat dengan
wanita bukan
mahram, baik di
rumah, di kamar, di
kantor atau di mobil.
Baik dengan istri
saudaranya, dengan
pembantunya atau
pasien wanita dengan
dokter atau yang
semacamnya.
Banyak orang
meremehkan
persoalan ini. Entah
karena terlalu percaya
kepada dirinya sendiri
atau kepada orang lain.
Padahal, khalwat
sangat potensial
untuk mengundang
perbuatan mungkar
dan maksiat. Paling
tidak, membangun
prolog untuk
mengarah ke sana.
Karenanya tidak
mengherankan jika
semakin banyak
ketidakjelasan nasab
dan keturunan, di
samping jumlah anak-
anak haram juga
meningkat tajam.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

19 JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM


19 JABAT TANGAN
DENGAN WANITA
BUKAN MAHRAM
Pada zaman sekarang,
jabat tangan antara
laki-laki dengan
perempuan hampir
sudah menjadi tradisi.
Tradisi bejat itu
mengalahkan akhlak
Islami yang
seharusnya
ditegakkan.
Bahkan mereka
menganggap
kebiasaan itu jauh
lebih baik dan lebih
tinggi nilainya daripada
syariat Allah yang
mengharamkannya.
Sehingga jika salah
seorang dari mereka
anda ajak dialog
tentang hukum
syariat, dengan dalil-
dalil yang kuat dan
jelas, tentu serta
merta ia akan
menuduh anda sebagai
orang kolot,
ketinggalan zaman,
kaku, sulit
beradaptasi, ekstrim,
hendak memutuskan
tali silaturahmi,
menggoyahkan niat
baik …dan sebagainya.
Sehingga dalam
masyarakat kita,
berjabat tangan
dengan anak
(perempuan) paman
atau bibi, dengan istri
saudara atau isteri
paman, baik dari pihak
ayah maupun ibu lebih
mudah daripada
minum air.
Seandainya mereka
melihat secara jernih
dan penuh
pengetahuan tentang
bahaya persoalan
tersebut menurut
syara’, tentu mereka
tidak akan melakukan
hal tersebut.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda, “Sungguh
ditusuknya kepala
salah seorang dari
kalian dengan jarum
dari besi lebih baik
baginya daripada ia
menyentuh wanita
yang tidak halal
baginya.”( Hadits
riwayat Ath-Thabrani
dalam Shahihul Jami’
hadits no. 4921.)
Kemudian tak
diragukan lagi, hal ini
termasuk zina tangan,
sebagaimana
disabdakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Kedua
mata berzina, kedua
tangan berzina, kedua
kaki berzina dan
kemaluan pun
berzina.”( Hadits
Riwayat Ahmad,
1/412; Shahihul Jami’
hadits no. 4126.)
Dan adakah orang
yang hatinya lebih
bersih dari hati
Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam?
Namun begitu, beliau
mengatakan,
“Sesungguhnya aku
tidak menyentuh
tangan
wanita.”( Hadits
riwayat Ath-Thabrani
dalam Al-Kabir,
24/342, Shahihul Jami’,
70554, lihat Al-
Ishabah, 4/354, cet
Darul Kitab Al-Arabi.)
“Sesungguhnya aku
tidak berjabat tangan
dengan
wanita.”( Hadits
riwayat Ahmad,
6/357, dalam Shahihul
Jami’ , hadits no.
2509.)
Dan dari Aisyah
radhiallahu ‘anha, dia
berkata,
“Dan demi Allah,
sungguh tangan
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam tidak
(pernah) menyentuh
tangan perempuan
sama sekali, tetapi
beliau membai’at
mereka dengan
perkataan.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1489.)
Hendaknya takut
kepada Allah, orang-
orang yang
mengancam cerai
isterinya yang shalihah
karena tidak mau
berjabat tangan
dengan saudara-
saudara iparnya. Perlu
juga diketahui,
berjabat tangan
dengan lawan jenis
meski memakai alas
(kaos tangan)
hukumnya tetap
haram.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

20 WANITA KELUAR RUMAH DENGAN PARFUM DAN LEWAT DIHADAPAN LAKI-LAKI YANG BUKAN MAHRAM


20 WANITA KELUAR
RUMAH DENGAN
PARFUM DAN LEWAT
DIHADAPAN LAKI-
LAKI YANG BUKAN
MAHRAM
Inilah kebiasaan yang
menjadi fenomena
umum di kalangan
wanita. Keluar rumah
dengan menggunakan
parfum yang
wanginya menjelajahi
segala ruang. Hal yang
menjadikan laki-laki
lebih tergoda karena
umpan wewangian
yang menghampirinya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalam amat
keras
memperingatkan
masalah tersebut.
Beliau bersabda,
“Perempuan mana pun
yang menggunakan
parfum kemudian
melewati suatu kaum
agar mereka mencium
wanginya, maka dia
seorang
pezina.”( Hadits
riwayat Ahmad,
4/418; Shahihul-Jami’,
105.)
Sebagian wanita
melalaikan dan
meremehkan masalah
ini, sehingga dengan
sembarangan
memakai parfum. Tak
peduli di sampingnya
ada sopir, penjual,
satpam atau orang
lain yang tak mustahil
akan tergoda.
Dalam masalah ini,
syari’at Islam amat
keras. Perempuan
yang telah terlanjur
memakai parfum, jika
hendak keluar rumah,
ia diwajibkan mandi
terlebih dahulu seperti
mandi jinabat, bahkan
meski tujuannya ke
masjid.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalam
bersabda,
“Perempuan manapun
yang memakai parfum
kemudian keluar ke
masjid, (dengan
tujuan) agar wanginya
tercium orang lain
maka shalatnya tidak
diterima sehingga ia
mandi sebagaimana
mandi jinabat.”( Hadits
riwayat Ahmad,
2/444; Shahihul Jami’,
2073.)
Setelah berbagai
peringatan kita
sampaikan, akhirnya
kita hanya bisa
mengadu kepada Allah
soal para wanita yang
memakai parfum
dalam pesta dan
berbagai pertemuan
yang diselenggarakan.
Bahkan parfum yang
wanginya menyengat
hidung itu tak saja
digunakan dalam
waktu-waktu khusus,
tetapi mereka
menggunakannya di
pasar-pasar, di
kendaraan dan di
pertemuan-pertemuan
umum, hingga di
masjid-masjid pada
malam-malam bulan
suci Ramadhan.
Syari’at Islam
memberi batasan,
parfum wanita
muslimah adalah yang
tampak warnanya dan
tidak keras semerbak
wanginya.
Kita memohon kepada
Allah, semoga Dia
tidak murka kepada
kita, semoga tidak
menghukum orang-
orang shalih baik laki-
laki maupun
perempuan dengan
sebab dosa orang-
orang bodoh dan
semoga Dia menunjuki
kita semua ke jalan
yang lurus.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

21 WANITA BEPERGIAN TANPA MAHRAM


21 WANITA
BEPERGIAN TANPA
MAHRAM
Dalam Ash-Shahihain,
Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhu meriwayatkan,
bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasalam,
“Tidak (dibenarkan
seorang) wanita
bepergian kecuali
dengan
mahramnya.”( Hadits
riwayat Muslim,
2/977.)
Ketentuan di atas
berlaku untuk semua
bentuk safar
(bepergian), bahkan
termasuk di dalamnya
pergi haji.
Bepergiannya wanita
tanpa diiringi mahram
bisa memperdaya
orang-orang fasik,
sehingga bisa saja
mereka tak segan-
segan memangsanya.
Di sisi lain, wanita
berada dalam posisi
lemah dan tak
berdaya, sehingga tak
jarang ia justeru
terbujuk oleh laki-laki.
Paling tidak, dengan
kesendiriannya itu,
kemuliaannya sebagai
wanita ia pertaruhkan.
Demikian pula halnya
dengan perjalanan
melalui udara
walaupun dia diantar
oleh mahramnya
sampai ke atas
pesawat dan dijemput
mahramnya yang lain
saat tiba di tempat
tujuan.
Kita bertanya,
siapakah orang yang
duduk di sebelah
wanita tersebut
sepanjang perjalanan?
Juga, seandainya
terjadi kerusakan,
sehingga pesawat
mendarat di bandara
transit, atau terjadi
keterlambatan atau
perubahan jadwal, apa
yang bakal terjadi?
Sungguh, kemungkinan
semacam itu acap kali
terjadi.
Perhatikanlah betapa
tegas aturan syariat
Islam dalam soal
mahram. Untuk
menjadi mahram
dalam perjalanan
disyaratkan adanya
empat hal: Muslim;
baligh; berakal dan laki-
laki. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasalam bersabda,
“.. bapaknya, anaknya,
suaminya, saudara
laki-lakinya atau
mahram dari wanita
tersebut.”(Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
11/26.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

22 MEMANDANG WANITA DENGAN SENGAJA


22 MEMANDANG
WANITA DENGAN
SENGAJA
Allah berfirman,
“Katakanlah kepada
orang laki-laki yang
beriman, “Hendaklah
mereka menahan
pandangannya dan
memelihara
kemaluannya, yang
demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa
yang mereka
perbuat.” (An-Nur: 30)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasalam
bersabda,
“Adapun zina mata
adalah melihat
(kepada apa yang
diharamkan
Allah).”( Hadits marfu’
riwayat Imam Ahmad,
2/69; Shahihul Jami’,
3047.)
Tetapi dikecualikan
dari hukum di atas, bila
melihat wanita untuk
keperluan yang
dibolehkan syari’at.
Misalnya, seorang laki-
laki memandang
kepada wanita yang
akan dilamarnya,
demikian pula dengan
dokter kepada
pasiennya.
Hal yang sama juga
berlaku untuk wanita.
Wanita diharamkan
memandang kepada
laki-laki bukan mahram
dengan pandangan
yang menyebabkan
fitnah. Allah berfirman,
“Dan katakanlah
kepada wanita yang
beriman, “Hendaklah
mereka menahan
pandangannya, dan
memelihara
kemaluannya.” (An-
Nur: 31)
Juga haram hukumnya
memandang kepada
laki-laki yang belum
baligh dan laki-laki
tampan dengan
pandangan syahwat.
Haram bagi laki-laki
melihat aurat laki-laki
lain. Hal yang sama
juga berlaku antar
sesama wanita. Dan
setiap aurat yang
tidak boleh dilihat,
tidak boleh pula untuk
dipegang meski
dengan dilapisi kain.
Termasuk perdayaan
syetan adalah melihat
gambar-gambar porno,
baik di majalah, film,
televisi, video, internet
dan sebagainya.
Sebagian mereka
berdalih, semua itu
hanyalah sekedar
gambar, tidak hakikat
yang sebenarnya.
Namun bukankah
sangat jelas bahwa
semua itu berpotensi
merusak (akhlak) dan
membangkitkan nafsu
birahi?
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


23 DIYATSAH (Hilang Rasa Kecemburuan dan Merelakan Adanya Kemungkaran di Dalam Rumah)


23 DIYATSAH (Hilang
Rasa Kecemburuan
dan Merelakan
Adanya
Kemungkaran di
Dalam Rumah)
(Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhuma
secara marfu’ (sabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa ‘ala alihi wa
sallam): “Tiga
kelompok yang Allah
mengharamkan atas
mereka surga: Orang
yang kecanduan
khamer (arak atau
narkoba), anak yang
durhaka kepada kedua
orang tuanya dan Ad-
Dayyuts, yaitu orang
yang menyetujui
adanya kemungkaran
dalam
keluarganya.” (HR.
Imam Ahmad 2/69,
terdapat dalam
Shahihul Jami’ 3047)
Diantara bentuk
Dayyuts pada masa ini
adalah tidak
memperdulikan anak
perempuan atau isteri
di dalam rumah yang
berhubungan dengan
laki-laki yang bukan
mahram, saling
bercakap-cakap yang
lebih dikenal dengan
bermesraan dan rela
ketika salah seorang
perempuan di
rumahnya berkholwat
(berduaan) dengan
laki-laki yang bukan
mahram, demikian
pula membiarkan
seorang perempuan
dari keluarganya
mengendari mobil
sendirian bersama laki-
laki yang bukan
mahram seperti sopir
dan semisalnya, juga
rela ketika seorang
perempuan dari
keluarganya keluar
rumah tanpa
mengenakan hijab
yang syar’i sehingga
bisa dilihat siapa saja
yang berlalu lalang,
juga memasukkan ke
dalam rumah film-film
atau majalah-majalah
yang menyebarkan
kerusakan dan
pornografi.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

24 MEMALSUKAN NASAB ANAK KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN PENGINGKARAN AYAH TERHADAP ANAKNYA SENDIRI


24 MEMALSUKAN
NASAB ANAK KEPADA
SELAIN AYAHNYA
DAN PENGINGKARAN
AYAH TERHADAP
ANAKNYA SENDIRI
Menurut syariat Islam,
seorang muslim tidak
dibenarkan
menasabkan diri
kepada selain
ayahnya, atau
menggolongkan diri
kepada selain
kaumnya.
Sebagian orang ada
yang melakukan hal
tersebut untuk tujuan
materi, sehingga
menulis nasab palsu di
dalam surat-surat dan
dokumen penting
untuk memudahkan
berbagai urusannya.
Sebagian lain ada yang
melakukannya karena
dendam kepada sang
ayah yang
meninggalkan dirinya
sejak kecil.
Semua perbuatan di
atas hukumnya
haram. Perbuatan
tersebut melahirkan
kerusakan besar di
banyak persoalan.
Misalnya dalam urusan
mahram, nikah,
warisan dan
sebagainya.
Dalam sebuah hadits
marfu’ dari bin Abi
Bakrah radhiallahu
‘anhu disebutkan,
“Barangsiapa mengaku
(bernasab) kepada
selain ayahnya sedang
dia mengetahui, maka
haram baginya
surga.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari, 8/45.)
Jadi, menurut
ketentuan syari’at,
haram hukumnya
mempermainkan
nasab atau
memalsukannya.
Sebagian laki-laki
apabila terjadi
pertengkaran dengan
istrinya, menuduhnya
berselingkuh dengan
lelaki lain, sehingga ia
tidak mengakui
anaknya sendiri tanpa
bukti apapun, padahal
anak itu jelas-jelas
lahir dari hubungan
antara dia dan istrinya.
Sebagian isteri ada
juga yang berkhianat.
Misalnya, ia hamil dari
hasil zina dengan lelaki
lain, tetapi kemudian ia
menasabkan anak
tersebut kepada
suaminya yang sah.
Orang-orang
sebagaimana
disebutkan di atas,
mendapat ancaman
yang sangat berat dari
Allah
Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
bahwasanya ia
mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
saat turun ayat
mula’anah (Mula’anah;
yakni saling melaknat
antara suami dengan
isteri karena tuduhan
zina.),
“Perempuan manapun
yang menggolongkan
(seorang anak) kepada
suatu kaum, padahal
dia bukan dari
golongan mereka,
maka Allah berlepas
diri daripadanya dan
tidak akan
memasukkannya ke
dalam Surga. Dan siapa
dari laki-laki yang
mengingkari anaknya
padahal ia melihatnya
(sebagai anaknya yang
sah) maka Allah akan
menutup diri
daripadanya dan akan
mempermalukannya di
hadapan para
pemimpin orang-orang
terdahulu dan orang-
orang
terkemudian.” (Hadits
riwayat Abu Daud,
2/695, lihat Misykatul
Mashabih, 3316.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

25 MAKAN UANG RIBA


25 MAKAN UANG
RIBA
Dalam Kitab suci-Nya
Al-Qur’an, Allah tidak
pernah memaklumkan
perang kepada
seseorang kecuali
kepada pemakan riba.
Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah
kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba
(yang belum dipungut)
jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka
jika kamu tidak
mengerjakan
(meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah
bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan
memerangimu.” (Al
Baqarah: 278-279)
Cukuplah ayat di atas
menjadi petunjuk
betapa keji dosa riba di
sisi Allah Ta’ala.
Orang yang
memperhatikan
pengaruh riba dalam
kehidupan individu
hingga tingkat negara,
niscaya akan
mendapatkan
kesimpulan,
melakukan kegiatan
riba mengakibatkan
kerugian,
kebangkrutan,
kelesuan, kemandegan
dan kelemahan. Baik
karena lilitan utang
yang tak terbayar
atau berupa
kepincangan ekonomi,
tingginya tingkat
pengangguran,
ambruknya perseroan
dan usaha bisnis. Di
samping, kegiatan riba
menjadikan hasil
keringat dan jerih
payah kerja tiap hari
hanya
dikonsentrasikan
untuk membayar
bunga riba yang tak
pernah ada akhirnya.
Ini berarti
menciptakan
kesenjangan sosial,
membangun gunung
rupiah untuk satu
kelompok masyarakat
yang jumlahnya
minoritas di satu sisi,
dan di sisi lain
menciptakan
kemiskinan di tengah
masyarakat -yang
jumlahnya mayoritas-
yang sudah merana
dan papa. Barangkali
inilah salah satu potret
kezhaliman dari
kegiatan riba sehingga
Allah memaklumkan
perang atasnya.
Semua pihak yang
berperan dalam
kegiatan riba, baik
yang secara langsung
terjun dalam kegiatan
riba, perantara atau
para pembantu
kelancaran kegiatan
riba adalah orang-
orang yang dilaknat
melalui lisan
Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Dari jabir radhiallahu
‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melaknat pemakan
riba, pemberi riba,
penulis dan kedua
orang yang menjadi
saksi atasnya” Ia
berkata: “Mereka itu
sama (saja).” (Hadits
riwayat Muslim,
3/1219.)
Berdasarkan hadits di
atas, maka setiap
umat Islam tidak
diperkenankan bekerja
sebagai sekretaris,
petugas pembukuan,
penerima uang
nasabah, nasabah,
pengantar uang
nasabah, satpam dan
pekerjaan lainnya yang
mendukung kegiatan
riba.
Sungguh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam telah
menerangkan betapa
buruk kegiatan riba
tersebut. Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu
‘anhu meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Riba itu (memiliki)
tujuh puluh tiga pintu,
yang paling ringan
daripadanya adalah
seperti (dosa) seorang
laki-laki yang
menyetubuhi ibunya
(sendiri). Dan sejahat-
jahat riba adalah
kehormatan seorang
muslim.” (Hadits
riwayat Al-Hakim
dalam Al Mustadrak,
2/37; Shahihul Jami’,
3533.)
Juga dalam sabda
beliau,
“Sedirham (uang) riba
yang dimakan oleh
seorang laki-laki,
sedang dia
mengetahui (uang itu
hasil riba) lebih keras
(siksanya) daripada
tiga puluh enam
wanita
pezina.” (Hadits
riwayat Al-Hakim
dalam Al Mustadrak,
2/37; Shahihul Jami’,
3533.)
Pengharaman riba
berlaku umum, tidak
dikhususkan -
sebagaimana diduga
oleh sebagian orang-
hanya antara si kaya
dengan si miskin.
Pengharaman itu
berlaku untuk semua
orang dan dalam
semua keadaan.
Betapa banyak kita
saksikan bangkrutnya
pedagang-pedagang
besar dan orang-orang
kaya karena
melibatkan diri dalam
kegiatan ribawi. Atau
paling tidak , berkah
uang riba tersebut -
meski jumlahnya
banyak- dihilangkan
oleh Allah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“(Uang) riba itu meski
(pada awalnya)
banyak, tetapi pada
akhirnya ia akan
(menjadi)
sedikit.”( Hadits
riwayat Al-Hakim,
2/37; Shahihul Jami’,
3542.)
Riba juga tidak
dikhususkan pada
jumlah peredaran uang
sehingga dikatakan
kalau dalam jumlah
banyak, riba itu haram
dan kalau sedikit tidak.
Sedikit atau banyak,
riba hukumnya haram.
Orang yang memakan
atau mengambil uang
riba, kelak akan
dibangkitkan dari
dalam kuburnya pada
hari Kiamat seperti
bangkitnya orang yang
kemasukan setan
lantaran tekanan
penyakit gila.
Meskipun riba adalah
suatu dosa yang
sangat keji, tetapi
Allah tetap menerima
taubat orang yang
hendak meninggalkan
perbuatan tersebut.
Langkah yang harus
ditempuh oleh orang
yang benar-benar
taubat dari kegiatan
riba adalah
sebagaimana
dituturkan firman
Allah, “Dan jika
bertaubat (dari
kegiatan dan
pemanfaatan riba)
maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya.” (Al-
Baqarah: 279)

Dengan mengambil
langkah tersebut,
maka keadilan benar-
benar terwujud. Setiap
pribadi muslim harus
menjauhkan diri dari
dosa besar ini,
memandangnya
sebagai sesuatu yang
buruk dan keji. Bahkan
hingga orang-orang
yang meletakkan
uangnya di bank-bank
konvensional (ribawi)
karena terpaksa
disebabkan takut
hilang atau dicuri,
hendaknya ia benar-
benar merasakannya
sebagai sesuatu yang
sangat terpaksa. Yakni
keterpaksaan itu
sebanding dengan
keterpaksaan orang
yang makan bangkai
atau lebih dari itu,
dengan tetap
memohon ampun
kepada Allah dan
berusaha untuk
mencari gantinya, bila
memungkinkan. Orang-
orang itu tidak boleh
meminta bunga
deposito dari bank-
bank tersebut. Jika
bunga itu dimasukkan
ke dalam rekeningnya,
maka ia harus
menggunakan uang
tersebut untuk
sesuatu yang
dibolehkan, ( Seperti
untuk membangun wc
umum atau
semisalnya (pent.).)
sebagai bentuk
penghindaran dari uang
tersebut, tidak
sebagai sedekah.
Karena Allah adalah
Dzat Yang Maha Baik,
tidak menerima
sesuatu kecuali yang
baik. Ia tidak boleh
memanfaatkan uang
riba tersebut dalam
bentuk apapun. Tidak
untuk makan, minum,
pakaian, kendaraan,
atau tempat tinggal.
Juga tidak boleh untuk
diberikan sebagai
nafkah kepada isteri,
anak, bapak atau ibu.
Juga tidak boleh untuk
membayar zakat,
membayar pajak atau
menjadikannya sarana
untuk menolak
kezhaliman yang
menimpanya. Tetapi
hendaknya ia
membebaskan diri
daripadanya, karena
takut kepada siksaan
Allah Ta’ala.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


26 MENYEMBUNYIKAN AIB BARANG


26
MENYEMBUNYIKAN
AIB BARANG
Suatu hari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam lewat di
samping sebuah
gundukan makanan
(sejenis gandum). Lalu
beliau memasukkan
tangannya ke dalam
gundukan makanan
tersebut sehingga jari-
jarinya basah. Beliau
bertanya, “Apa ini
wahai pemilik
makanan?” Ia
menjawab,
“Kehujanan, wahai
Rasulullah!” Rasulullah
bersabda,
“Kenapa tidak engkau
letakkan di (bagian)
atas makanan
sehingga orang-orang
dapat melihatnya?
Barangsiapa menipu
maka dia tidak
termasuk golongan
kami.”( Hadits riwayat
Muslim, 1/99.)
Pada saat ini, banyak
pedagang yang tidak
takut kepada Allah
dengan
menyembunyikan aib
barang. Misalnya
dengan memberinya
lem perekat, atau
meletakkannya di
bagian bawah kotak
barang, atau
menggunakan zat
kimia atau
semacamnya sehingga
barang tersebut
tampak bagus. Jika
berupa barang-barang
elektronik, mungkin
dengan
menyembunyikan
cacat pada komponen
tertentu, sehingga
ketika barang itu
dibawa pulang oleh
pembeli, tak lama
kemudian barang itu
rusak. Sebagian
penjual ada yang
mengubah tanggal
kadarluarsa
penggunaan barang,
atau menolak pembeli
yang ingin meneliti
barang atau
mencobanya. Dan
betapa banyak kita
saksikan orang-orang
yang menjual mobil
atau peralatan lainnya,
tidak mau
menerangkan cacat
barang yang hendak
dijualnya. Semua ini
hukumnya haram.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Seorang muslim
adalah saudara muslim
lainnya, tidak halal bagi
seorang muslim
menjual barang
kepada saudaranya
yang di dalamnya ada
cacat, kecuali ia
menerangkan cacat
tersebut.” (Hadits
riwayat Ibnu
Majah,2/754; Shahihul
Jami’, 6705.)
Sebagian orang
mengira, menjual
secara lelang dengan
serta merta akan
melepaskan dirinya
dari tanggung jawab
soal aib barang.
Misalnya dengan
mengatakan kepada
pembeli, saya jual
kepada anda
setumpuk besi .. saya
jual kepada anda
setumpuk besi.
Tidak, justeru menjual
barang seperti itu
(dengan tanpa
menerangkan cacat
barang), juga yang
sejenisnya adalah
perdagangan yang
tidak diberkahi.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda:
“Kedua orang yang
sedang jual beli ada di
dalam khiyar (pilihan)
selama keduanya
belum berpisah. Jika
keduanya jujur dan
menerangkan (aib
barang) maka jual beli
keduanya diberkahi.
Tetapi jika keduanya
berdusta dan
menyembunyikan (aib
barang) maka
dihapuslah berkah jual
beli keduanya.”(Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,4/328.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

27 BAI’UN NAJISY


27 BAI’UN NAJISY
Bai’un Najisy yaitu
menaikkan tawaran
harga barang, tetapi ia
tidak bermaksud
membelinya, untuk
menipu orang lain yang
ingin membeli sehingga
ia mau menaikkan
tawaran harga
tersebut.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Janganlah kalian
saling bersaing dalam
penawaran barang
(untuk tujuan
menipu).”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul
Bari,10/484.)
Tak diragukan lagi, ini
adalah salah satu
bentuk penipuan.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tipu daya (makar)
dan penipuan
tempatnya di
Neraka.”( Lihat
Silsilatul Ahadits Ash
Shahihah,1057.)
Banyak kita saksikan,
para pemandu suatu
acara pelelangan atau
para penjaga stan
dalam pameran mobil
atau barang-barang
lainnya memakan
harta haram
disebabkan perbuatan
yang mereka lakukan.
Di antaranya, mereka
acap kali melakukan
bai’un najisy,
memperdaya pembeli.
Atau bila mereka
dalam posisi selaku
pembeli, mereka
menipu para penjual
dan hanya mau
membeli dengan harga
serendah-rendahnya.
Berbeda jika mereka
selaku penjual barang
atau menjualkan
barang orang lain,
mereka akan
mengelabui para
pembeli dan menaikan
harga setinggi-
tingginya. Mereka
adalah para penipu
hamba Allah dan para
pembawa bahaya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

28 BERJUALAN SETELAH ADZAN KEDUA PADA HARI JUM'AT


28 BERJUALAN
SETELAH ADZAN
KEDUA PADA HARI
JUM’AT
Allah berfirman, “Hai
orang-orang yang
beriman, apabila diseru
untuk menunaikan
shalat pada hari
Jum’at maka
bersegeralah kamu
kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian
itu lebih baik bagimu
jika kamu
mengetahui.”(Al-
Jumu’ah: 9)
Sebagian pedagang,
ada yang masih
berjualan di toko-toko
mereka, meskipun
adzan kedua sudah
berkumandang.
Bahkan di antara
mereka ada yang
berjualan di dekat atau
di halaman masjid.
Para pembelinya dalam
hal ini, juga ikut
berdosa, meski
mereka hanya
membeli sebuah siwak
atau tissue. Jual beli
pada waktu tersebut,
menurut pendapat
yang kuat, hukumnya
tidak sah.
Sebagian pemilik
restoran, perusahaan
roti, atau pabrik, ada
yang masih tetap
memaksa para
karyawannya bekerja
pada waktu shalat
Jum’at. Orang-orang
tersebut, meski
secara lahiriyah
bertambah
keuntungannya, tetapi
secara hakikat
perdagangan mereka
merugi. Adapun para
karyawan, hendaknya
mereka melaksanakan
tugas dalam batas
sebagaimana yang
dituntunkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Tidak ada keta’atan
kepada manusia dalam
berbuat maksiat
kepada Allah.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
I/129, Ahmad Syakir
berkata, isnad hadits
ini shahih, hadits
no.1065. (Hadits
tersebut terdapat
dalam Shahihain, Ibnu
Baz).)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


29 JUDI (DENGAN SEGALA BENTUK DAN RAGAMNYA)


29 JUDI (DENGAN
SEGALA BENTUK DAN
RAGAMNYA)
Allah berfirman,
“Sesungguhnya
(meminum) khamar,
berjudi, (berkorban
untuk) berhala,
mengundi nasib
dengan panah, adalah
perbuatan keji
termasuk perbuatan
syetan, maka jauhilah
perbuatan-perbuatan
itu agar kamu
mendapat
keberuntungan.” (Al-
Maidah : 90)
Di antara tradisi orang-
orang Jahiliyah dahulu
adalah berjudi. Adapun
bentuk judi yang paling
terkenal itu adalah
sepuluh orang
berserikat membeli
seekor unta dengan
saham yang sama.
Kemudian dilakukan
undian. Dari situ, tujuh
orang dari mereka
mendapat bagian yang
berbeda-beda menurut
tradisi mereka, dan
tiga orang lainnya
tidak mendapatkan
apa-apa alias kalah.
Adapun di zaman kita
saat ini, maka bentuk
perjudian sudah
beraneka ragam,
diantaranya:
* a. Apa yang dikenal
dengan yanasib
(undian) dalam
berbagai bentuk. Yang
paling sederhana di
antaranya adalah
dengan membeli
nomor-nomor yang
telah disediakan,
kemudian nomor-
nomor itu diundi.
Pemenang pertama
mendapat hadiah yang
amat menggiurkan.
Lalu, pemenang kedua,
ketiga dan demikian
seterusnya dengan
jumlah hadiah yang
berbeda-beda. Ini
semua adalah haram,
meski mereka berdalih
untuk kepentingan
sosial.
* b. Membeli suatu
barang yang di
dalamnya terdapat
sesuatu yang
dirahasiakan atau
memberinya kupon
ketika membeli
barang, lalu kupon-
kupon itu diundi untuk
menentukan
pemenangnya.
* c. Termasuk bentuk
perjudian di zaman
kita saat ini adalah
asuransi jiwa,
kendaraan, barang-
barang, kebakaran
atau asuransi secara
umum, asuransi
kerusakan, dan
bentuk-bentuk
asuransi lainnya.
Bahkan sebagian artis
penyanyi
mengasuransikan
suara mereka. Ini
semua hukumnya
haram. ( Tentang
hukum asuransi dan
solusinya menurut
Islam. Lihat majalah Al
Buhuts Al-Islamiyah;
edisi 17, 19,
20.Terbitan Ar
Ri’asatul Ammah Li
Idarotil Buhutsil
Ilmiyah.)
Demikianlah, dan
semua bentuk taruhan
masuk ke dalam
kategori judi. Pada
saat ini bahkan telah
ada klub khusus judi
(kasino) yang di
dalamnya ada alat judi
khusus yang disebut
rolet khusus untuk
permainan dosa besar
tersebut.
Juga termasuk judi,
taruhan yang diadakan
saat berlangsung
pertandingan sepak
bola, tinju atau
semacamnya.
Demikian pula dengan
bentuk-bentuk
permainan yang ada di
beberapa toko mainan
dan pusat hiburan,
sebagian besar
mengandung unsur
judi, seperti apa yang
mereka namakan
lippers.
Adapun berbagai
pertandingan yang kita
kenal sekarang, maka
ada tiga macam:
* Pertama, untuk
maksud syiar Islam,
maka hal ini di
bolehkan, baik dengan
menggunakan hadiah
atau tidak. Seperti
pertandingan pacuan
kuda dan memanah.
Termasuk dalam
kategori ini -menurut
pendapat yang kuat-
berbagai macam
perlombaan dalam ilmu
agama, seperti
menghafal Al-Qur’an.
* Kedua, perlombaan
dalam sesuatu yang
hukumnya mubah,
seperti pertandingan
sepak bola dan lomba
lari, dengan cacatan,
tidak melanggar hal-
hal yang diharamkan
seperti meninggalkan
shalat, membuka
aurat dan sebagainya.
Semua hal ini
hukumnya ja’iz (boleh)
dengan syarat tanpa
menggunakan hadiah.
* Ketiga, perlombaan
dalam sesuatu yang
diharamkan atau
sarana kepada
perbuatan yang
diharamkan, seperti
lomba ratu kecantikan
atau tinju. Juga masuk
ke dalam kategori ini
menyelenggarakan
sabung ayam, adu
kambing atau yang
semacamnya (Ini
merupakan ringkasan
diskusi bersama
Syaikh Abdul Muhsin
Az-Zamil semoga
Allah menjaganya,
kalau tidak salah beliau
telah menulis makalah
khusus tentang
masalah ini.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


30 MENCURI


30 MENCURI
Allah Ta’ala berfirman,
“Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang
mencuri, potonglah
tangan keduanya
(sebagai) pembalasan
bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa
lagi Maha
Bijaksana.” (Al-
Ma’idah: 38)
Di antara kejahatan
pencurian yang paling
besar adalah mencuri
barang-barang milik
para hujjaj dan mereka
yang sedang umrah di
Baitullah Makkah.
Pencuri semacam itu
tidak lagi
memperhitungkan
ketentuan-ketentuan
Allah bahwa ia sedang
berada di bumi yang
paling mulia di
sekeliling Ka’bah.
Dalam kisah tentang
shalat Kusuf,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Dan sungguh telah
diperlihatkan api
Neraka, yaitu saat
kalian melihatku
mundur karena aku
takut hangus (oleh
jilatannya), dan
sehingga aku melihat
di dalamnya pemilik
mihjan(Mihjan adalah
tongkat berkeluk
kepalanya.) menyeret
ususnya dalam
Neraka. Dahulunya, ia
mencuri (barang milik)
orang yang haji. Jika
ketahuan, ia berkilah:
“Barang itu terpaut di
mihjanku.” Tetapi jika
orang itu lengah dari
barangnya, maka si
pencuri membawanya
(pergi).”( Hadits
riwayat Muslim, 904.)
Termasuk pencurian
terbesar adalah
mencuri dari harta
milik umum. Sebagian
orang yang
melakukannya
berdalih, kami mencuri
sebagaimana yang
dilakukan orang lain.
Mereka tidak
memahami bahwa
pencurian itu berarti
mencuri dari harta
segenap umat Islam.
Sebab harta milik
umum berarti milik
segenap umat Islam.
Sedangkan apa yang
dilakukan oleh orang
lain yang tidak takut
kepada Allah, bukanlah
alasan sehingga
mereka dibenarkan
mencuri.
Sebagian orang
mencuri harta milik
orang-orang kafir
dengan menjadikan
kekafiran mereka
sebagai dalih. Ini tidak
benar. Orang kafir
yang hartanya boleh
diambil adalah mereka
yang memerangi umat
Islam. Padahal, tidak
semua perusahaan
milik orang-orang kafir,
atau individu dari
mereka masuk
kategori tersebut.
Modus pencurian amat
beragam. Di antaranya
mencopet,
mengulurkan tangan
ke saku orang lain
secara cepat dan
mengambil isinya.
Sebagian masuk ke
rumah orang lain
dengan berkedok
sebagai tamu, lalu
menjarah barang-
barang di dalam
rumah. Sebagian lain
mencuri koper atau
tas tamunya. Ada pula
yang masuk ke toko
atau supermarket lalu
menguntil barang yang
kemudian ia selipkan di
balik baju, seperti yang
dilakukan sebagian
wanita.
Sebagian orang
meremehkan
pencurian sesuatu
yang jumlahnya sedikit
atau tak berharga.
Padahal Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Allah melaknat
pencuri yang mencuri
sebutir telur sehingga
dipotong tangannya
dan (pencuri) yang
mencuri seutas tali
sehingga dipotong
tangannya.”( Hadits
riwayat Imam
Ahmad,2/387; Shahihul
Jami’, 5069.)
Setiap orang yang
mencuri sesuatu,
betapapun kecil
nilainya harus
mengembalikan
kepada pemiliknya,
setelah sebelumnya ia
bertaubat kepada
Allah. Pengembalian itu
baik secara terang-
terangan atau rahasia,
secara pribadi atau
dengan perantara.
Adapun jika tak
mampu usaha
maksimal untuk
mengembalikan
kepada pemiliknya
atau ahli warisnya,
maka hendaklah ia
menyedekahkan
barang tersebut
dengan niat pahalanya
untuk pemilik barang
tersebut.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

31 MEMBERI ATAU MENERIMA SUAP


31 MEMBERI ATAU
MENERIMA SUAP
Memberi uang suap
kepada qadhi atau
hakim agar ia
membungkam
kebenaran atau
memberlakukan
kebatilan merupakan
suatu kejahatan.
Sebab perbuatan itu
mengakibatkan
ketidakadilan dalam
hukum, penindasan
orang yang berada
dalam kebenaran
serta menyebarkan
kerusakan di bumi.
Allah berfirman,
“Dan janganlah
sebagian kamu
memakan harta
sebagian yang lain di
antara kamu dengan
jalan yang batil dan
(janganlah) kamu
membawa (urusan)
harta itu kepada
hakim, supaya kamu
dapat memakan
sebagian daripada
harta benda orang lain
itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal
kamu
mengetahui.” (Al-
Baqarah: 188).
Dalam sebuah hadits
marfu’ riwayat Abu
Hurairah disebutkan,
“Allah melaknat
penyuap dan penerima
suap dalam (urusan)
hukum.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
2/387; Shahihul Jami’,
5069.)
Adapun jika tak ada
jalan lain lagi selain
suap untuk
mendapatkan
kebenaran atau
menolak kezhaliman
maka hal itu tidak
termasuk dalam
ancaman tersebut.
Saat ini, suap-
menyuap sudah
menjadi kebiasaan
umum. Bagi sebagian
pegawai, suap menjadi
(income) pemasukan
yang hasilnya lebih
banyak dari gaji yang
mereka peroleh. Untuk
urusan suap menyuap,
banyak perusahaan
dan kantor yang
mengalokasikan dana
khusus. Berbagai
urusan bisnis atau
mu’amalah lainnya,
hampir semua dimulai
dan diakhiri dengan
tindakan suap. Ini
tentu sangat tidak
menguntungkan bagi
orang-orang miskin.
Karena adanya suap,
undang-undang dan
peraturan menjadi tak
berguna lagi. Soal suap
pula yang menjadikan
orang yang berhak
diterima sebagai
karyawan digantikan
oleh mereka yang
tidak berhak.
Dalam urusan
administrasi misalnya,
pelayanan yang baik
hanya diberikan
kepada mereka yang
mau membayar.
Adapun yang tidak
membayar, ia akan
dilayani asal-asalan,
diperlambat atau
diakhirkan. Pada saat
yang sama, para
penyuap yang datang
belakangan, urusannya
selesai lebih dahulu.
Karena soal suap-
menyuap, uang yang
mestinya milik mereka
yang bekerja, bertukar
masuk ke dalam
kantong orang lain.
Disebabkan oleh hal ini,
juga hal lain maka tak
heran jika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam memohon
agar orang-orang yang
memiliki andil dalam
urusan suap-menyuap
semuanya dijauhkan
dari rahmat Allah.
Dari Abdullah bin Amr
radhiallahu ‘anhu, ia
berkata, bersabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Semoga laknat Allah
atas penyuap dan
orang yang
disuap.”( Hadits
riwayat Ibnu Majah ,
2313; Shahihul Jami’,
5114.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

32 MERAMPAS TANAH MILIK ORANG LAIN


32 MERAMPAS TANAH
MILIK ORANG LAIN
Jika telah hilang rasa
takut kepada Allah,
maka kekuatan dan
kelihaian menjadi
bencana bagi
pemiliknya. Ia akan
menggunakan
anugerah itu untuk
berbuat zhalim,
misalnya dengan
menguasai harta
orang lain. Termasuk
di dalamnya
merampas tanah milik
orang lain. Ancaman
buat orang yang
melakukan hal
tersebut sungguh
amat keras sekali.
Dalam hadits mar’fu
dari Abdullah bin Umar
disebutkan:
“Barangsiapa
mengambil tanah
(orang lain) meski
sedikit dengan tanpa
hak niscaya dia akan
ditenggelamkan
dengannya pada hari
Kiamat sampai ke
(dasar) tujuh lapis
bumi.”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, lihat Al-
Fath, 5/103.)
Ya’la bin Murrah
radhiallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
“Siapa saja yang
menzhalimi (dengan
mengambil) sejengkal
dari tanah (orang lain),
niscaya Allah
membebaninya
menggali tanah
tersebut (dalam
riwayat Ath-Thabrani:
menghadirkannya)
hingga akhir dari tujuh
lapis bumi, lalu Allah
mengalungkannya (di
lehernya) pada hari
Kiamat sampai seluruh
manusia
diadili.” ( Hadits
riwayat Ath-Thabrani
dalam Al-Kabir,
22/270; Shahihul Jami’,
2719.)
Termasuk di
dalamnya, mengubah
batas dan patok-
patok tanah, sehingga
tanahnya menjadi luas
dengan mengurangi
tanah milik
tetangganya. Mereka
itulah orang-orang
yang dimaksud oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam
sabdanya,
“Allah melaknat orang
yang mengubah
tanda-tanda (batasan)
tanah.”( Hadits
riwayat Muslim, Syarh
An-Nawawi, 13/141.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


33 MENERIMA HADIAH SETELAH MEMBERI SYAFA'AT


33 MENERIMA
HADIAH SETELAH
MEMBERI SYAFA’AT
[MENOLONG DENGAN
MENGGUNAKAN
PANGKAT DAN
KEDUDUKAN]
Pangkat dan
kedudukan di tengah
manusia, jika disyukuri
merupakan salah satu
nikmat Allah atas
hamba-Nya. Di antara
cara bersyukur atas
nikmat ini adalah
dengan menggunakan
pangkat dan
kedudukan tersebut
buat mashlahat dan
kepentingan umat. Ini
merupakan realisasi
dari sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Barangsiapa di antara
kalian bisa memberi
manfaat kepada
saudaranya,
hendaknya ia
lakukan.”( Hadits
riwayat
Muslim,4/1726.)
Orang yang dengan
pangkatnya bisa
memberikan manfaat
kepada saudaranya
sesama muslim, baik
dalam mencegah
kezhaliman darinya
atau mendatangkan
manfaat untuknya,
jika niatnya ikhlas
tanpa diikuti
perbuatan haram atau
merugikan hak orang
lain, ia akan mendapat
pahala di sisi Allah.
Berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Berilah pertolongan,
niscaya kalian diberi
pahala.”( Hadits
riwayat Abu Daud ,
5132; Hadits ini
terdapat dalam
Shahihain, Fathul Bari,
10/450, Kitab Adab,
Bab Ta’awanul
Mukminin Ba’dhuhum
Ba’dha.)
Tetapi ia tidak boleh
mengambil upah dari
pertolongan dan
perantara yang ia
berikan. Ini
berdasarkan hadits
marfu’ dari Abu
Umamah,
“Barangsiapa memberi
pertolongan kepada
seseorang, lalu ia diberi
hadiah (atas
pertolongan itu)
kemudian (mau)
menerimanya,
sungguh ia telah
mendatangkan suatu
pintu yang besar di
antara pintu-pintu
riba.” ( Hadits riwayat
Imam Ahmad, 5/261;
Ta’awanul Mukminin;
Shahihul Jami’, 6292.)
Sebagian orang
menggunakan pangkat
dan jabatannya untuk
mengeruk keuntungan
materi. Misalnya
dengan mensyaratkan
imbalan dalam
pengangkatan
kepegawaian
seseorang atau dalam
memindah-tugaskan
pegawai dari satu
daerah ke daerah lain,
atau juga dalam
mengobati pasien
yang sakit dan hal lain
yang semacamnya.
Menurut pendapat
yang kuat, imbalan
yang diterimanya itu
hukumnya haram,
berdasarkan hadits
Abu Umamah
sebagaimana telah
disebutkan di muka.
Bahkan secara umum
hadits itu mencakup
pada penerimaan
imbalan yang tidak
disyaratkan di muka
( Diambil dari
keterangan Syaikh
Abdul Aziz bin Baz
secara lisan. ).
Cukuplah orang yang
berbuat baik itu
mengharap
imbalannya dari Allah
kelak pada hari Kiamat.
Suatu hari seorang
laki-laki datang kepada
Al-Hasan bin Sahal
meminta pertolongan
dalam suatu
keperluan, sehingga ia
ditolongnya. Laki-laki
itu berterima kasih
kepada Al-Hasan.
Tetapi Al Hasan bin
Sahal berkata, “Atas
dasar apa engkau
berterima kasih
kepada kami? Kami
memandang
bahwasanya
pangkat wajib
dizakati,
sebagaimana harta
wajib dizakati .”( Al-
Adab Asy-Syar’iyyah
oleh Ibnu Muflih,
2/176. )
Perlu dicatat, ada
perbedaan antara
mengupah dan
menyewa seseorang
untuk melakukan
tugas, mengawasi
atau
menyempurnakannya
dengan menggunakan
pangkat dan
kedudukannya untuk
tujuan materi. Yang
pertama, jika
memenuhi
persyaratan syari’at
diperbolehkan karena
termasuk dalam bab
sewa-menyewa,
sedang yang kedua
hukumya haram.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

34 TIDAK MEMENUHI HAK-HAK PEKERJAAN


34 TIDAK MEMENUHI
HAK-HAK PEKERJA
Dalam hubungan
antara pemilik usaha
dengan pekerja, Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam
menganjurkan
disegerakannya
pemberian hak
pekerja. Beliau
bersabda,
“Berikanlah upah
pekerja sebelum
kering
keringatnya.”( Hadits
riwayat Ibnu Majah,
2/817; Shahihul Jami’,
1493, (lebih bijaksana
lagi jika dikomentari
tentang derajat
hadits, sebab ia
termasuk hadits
dha’if.))
Salah satu bentuk
kezhaliman di tengah
masyarakat muslim
adalah tidak
memberikan hak-hak
para pegawai, pekerja,
karyawan atau buruh
sesuai dengan yang
seharusnya. Bentuk
kezhaliman itu
beragam, di antaranya:
* 1. Sama sekali tidak
memberikan hak-hak
pekerja, sedang si
pekerja tidak memiliki
bukti. Dalam hal ini,
meskipun si pekerja
kehilangan haknya di
dunia, tetapi di sisi
Allah pada hari Kiamat
kelak, hak tersebut
tidak hilang.
Orang yang zhalim itu,
karena telah
memakan harta orang
yang dizhalimi, diambil
dari padanya kebaikan
yang pernah ia lakukan
untuk diberikan
kepada orang yang ia
zhalimi. Jika
kebaikannya telah
habis, maka dosa yang
ia zhalimi itu diberikan
kepadanya, lalu ia
dicampakkan ke
Neraka.
* 2. Mengurangi hak
pekerja dengan cara
yang tidak dibenarkan.
Allah berfirman,
“Kecelakaan besarlah
bagi mereka yang
curang.”(Al-
Muthaffifin:1)
Hal itu sebagaimana
banyak dilakukan
pemilik usaha
terhadap para pekerja
yang datang dari
daerah. Di awal
perjanjian, mereka
sepakat terhadap
upah tertentu. Tetapi,
jika si pekerja telah
terikat dengan
kontrak dan memulai
pekerjaannya, pemilik
usaha mengubah
secara sepihak isi
perjanjian lalu
mengurangi dan
memotong upah
pekerjanya dengan
berbagai dalih. Si
pekerja tentu tidak
bisa berbuat banyak
dengan posisinya yang
serba sulit, antara
kehilangan pekerjaan
dan upah di bawah
batas minimum.
Bahkan terkadang si
pekerja tak mampu
membuktikan hak
yang mesti ia terima,
akhirnya si pekerja
hanya bisa
mengadukan halnya
kepada Allah Ta’ala.
Jika pemilik usaha
yang zhalim itu
seorang muslim
sedang pekerjanya
seorang kafir, maka
kezhaliman yang
dilakukannya
termasuk bentuk
menghalang-halangi
(manusia) dari jalan
Allah, sehingga dialah
yang menanggung
dosa orang tersebut.
* 3. Memberi pekerjaan
atau menambah
waktu kerja (lembur),
tetapi hanya
memberikan gaji
pokok dan tidak
memperhitungkan
pekerjaan tambahan
atau waktu lembur.
* 4. Mengulurulur
pembayaran gaji,
sehingga tidak
memberikan gaji
kecuali setelah melalui
usaha keras pekerja,
baik berupa
pengaduan, tagihan
hingga usaha lewat
pengadilan.
Mungkin maksud
pengusaha menunda-
nunda pemberian gaji
agar si pekerja bosan,
lalu meninggalkan
haknya dan tidak lagi
menuntut. Atau
selama tenggang
waktu tertentu, ia
ingin menggunakan
uang pekerja untuk
suatu usaha. Dan tak
mustahil ada yang
membungakan uang
tersebut, sedang pada
saat yang sama, para
pengusaha penuh
dengan uang yang
diribakan itu
sementara para
pekerja merana tak
mendapatkan apa
yang dimakan sehari-
hari, juga tak bisa
mengirim nafkah
kepada keluarga dan
anak-anaknya yang
sangat membutuhkan,
padahal demi
merekalah para
pekerja itu
membanting tulang
jauh dari negeri orang.
Sungguh celakalah
orang-orang yang
zhalim itu. Kelak pada
Hari Kiamat, mereka
akan mendapat siksa
yang pedih dari Allah.
Dalam sebuah riwayat
dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu
disebutkan, bersabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Allah Ta’ala
berfirman, “Tiga jenis
(manusia) yang Aku
menjadi musuhnya
kelak pada Hari
Kiamat; Laki-laki yang
memberi dengan
namaKu lalu
berkhianat, laki-laki
yang menjual orang
yang merdeka (bukan
budak) lalu memakan
harga uang hasil
penjualannya dan laki-
laki yang
mempekerjakan
pekerja, yang mana ia
memenuhi
pekerjaannya, tetapi ia
tidak memberikan
upahnya.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
4/447.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

35 TIDAK ADIL DI ANTARA ANAK


35 TIDAK ADIL DI
ANTARA ANAK
Sebagian orang tua
ada yang sengaja
memberikan perlakuan
khusus dan istimewa
kepada sebagian
anaknya. Anak-anak
itu diberikan berbagai
macam pemberian,
sedang anak yang
lainnya tidak
mendapatkan
pemberian.
Menurut pendapat
yang kuat, tindakan
semacam itu
hukumnya haram, jika
tidak ada alasan yang
membolehkannya.
Misalnya, anak
tersebut memang
dalam kondisi yang
berbeda dengan anak-
anak yang lain. Seperti
sedang sakit, dililit
banyak utang
sehingga tak mampu
membayar, tidak
mendapat pekerjaan,
memiliki keluarga
besar, sedang
menuntut ilmu atau
karena ia hafal Al-
Qur’an sehingga
diberikan hadiah
khusus oleh sang
ayah.( (Secara umum,
hal ini dibolehkan
manakala masih dalam
hal memberi nafkah
kepada anak yang
lemah, sedang sang
ayah mampu, Ibnu
Baz).)
Jika sang ayah
memberi anaknya
sesuatu dengan sebab
yang dibenarkan
syara’, hendaknya ia
berniat jika anaknya
yang lain mengalami
kondisi yang sama, ia
akan memberinya pula.
Dalilnya secara umum
adalah firman Allah,
“Berlaku adillah, karena
adil itu lebih dekat
kepada takwa, dan
bertakwalah kepada
Allah.”(Al-Ma’idah: 8)
Adapun dalilnya secara
khusus adalah hadits
riwayat Nu’man bin
Basyir radhiallahu
‘anhu : Suatu hari sang
ayah mengajaknya
kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam, sang ayah
berkata,
“Sesungguhnya aku
telah memberikan
kepada putraku ini
seorang budak”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bertanya, “Apakah
setiap anakmu juga
engkau beri hal yang
sama?” Ia menjawab,
“Tidak!” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Kembalikanlah (budak
itu).”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, lihat Fathul
Bari, 5/211.)
Dalam riwayat lain ,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda:
“Bertakwalah kepada
Allah dan berlaku
adillah di antara
anakmu.” Ia berkata,
“Kemudian ia pulang
lalu mengembalikan
pemberiannya.”( Fathul
Bari, 5/211.)
Dalam suatu riwayat
disebutkan,
“Jika begitu maka
janganlah engkau
menjadikanku saksi,
karena aku tidak
memberi kesaksian
atas suatu
kezhaliman.”( Shahih
Muslim, 3/1243.)
Menurut Imam
Ahmad, anak laki-laki
mendapat pembagian
dua kali lipat bagian
anak perempuan,
yakni seperti dalam
pembagian warisan.
( Masa’ilul Imam
Ahmad, oleh Abu
Daud, hal.204 Imam
Ibnu Qayyim telah
men-tahqiq masalah
ini dalam Hasyiyah Ala
Abi Daud dengan
keterangan yang
sangat jelas. )
Bila kita perhatikan
kondisi sebagian
keluarga, kita akan
mendapatkan
beberapa orang tua
yang tidak takut
kepada Allah dalam
soal pengistimewaan
sebagian anaknya
atas anaknya yang lain
dengan berbagai
pemberian. Tindakan
yang kemudian
membuat anak saling
cemburu,
menumbuhkan
permusuhan dan
kebencian di antara
sesama mereka.
Sebagian ayah
mengistimewakan
salah seorang anaknya
hanya karena wajah
anak tersebut mirip
dengan keluarga dari
pihak ayah, sedang
yang lain dianaktirikan
karena lebih
menyerupai wajah
keluarga dari pihak ibu.
Atau ia
mengistimewakan
anak-anak dari salah
seorang istrinya,
sedangkan anak-anak
dari isteri yang lain
kurang ia pedulikan. Hal
itu misalnya dengan
memasukkan anak-
anak dari istri yang
paling disayanginya ke
sekolah-sekolah
favorit, sedang anak-
anaknya dari istri yang
lain tidak demikian.
Padahal akibat
tindakan tersebut
kelak akan kembali
kepada dirinya sendiri.
Sebab pada umumnya,
mereka yang
dianaktirikan tidak
mau membalas budi
kepada orang tuanya.
Dalam hal ini,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Bukanlah akan
menyenangkanmu jika
mereka sama-sama
berbuat kebaikan
kepadamu?”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
4/269; Shahih Muslim,
1623.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

36 MEMINTA-MINTA DI SAAT BERKECUKUPAN


36 MEMINTA-MINTA
DI SAAT
BERKECUKUPAN
Sahl bin Hanzhaliyah
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
bersabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa
meminta-minta
sedang ia dalam
keadaan
berkecukupan,
sungguh orang itu
telah memperbanyak
(untuk dirinya) bara api
Jahannam.” Mereka
bertanya, “Apakah
(batasan) cukup,
sehingga (seseorang)
tidak boleh meminta-
minta?” Beliau
menjawab, “Yaitu
sebatas (cukup untuk)
makan pada siang dan
malam hari.”( Hadits
riwayat Abu Daud,
2/281; Shahihul Jami’
6280.)
Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
meminta-minta
sedang ia dalam
berkecukupan, maka
pada Hari Kiamat ia
akan datang dengan
wajah penuh bekas
cakaran dan
garukan.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
I/388; Shahihul Jami’,
6255 (Dalam Shahih
Muslim dari Abu
Hurairah radhiallahu
‘anhu disebutkan,
“Barangsiapa
meminta-minta harta
manusia agar dapat
mengumpulkan
banyak-banyak,
sungguh ia telah
meminta bara api,
maka silakan ia
mengurangi atau
memperbanyak”, Ibnu
Baz).)
Di antara pengemis
ada yang berderet di
depan pintu masjid.
Mereka menghentikan
dzikir para hamba
Allah yang menuju
atau pulang dari
masjid dengan ratapan
yang dibuat sesedih
mungkin. Sebagian lain
memakai modus agak
berbeda, membawa
dokumen dan berbagai
surat palsu disertai
blangko isian
sumbangan. Ketika ia
menghadapi
mangsanya, ia
mengarang cerita,
sehingga berhasil
mengetahui dan
memperoleh uang.
Bagi keluarga tertentu,
mengemis bahkan
telah menjadi satu
profesi. Mereka
membagi-bagi tugas di
antara keluarganya
pada beberapa masjid
yang ditunjuk. Pada
saatnya, mereka
berkumpul untuk
menghitung
penghasilan. Dan
demikianlah, setiap
masjid mereka jelajahi.
Padahal tak jarang
mereka dalam kondisi
yang cukup dan
mampu. Dan sungguh
Allah Maha Mengetahui
kondisi mereka, bila
mereka mati barulah
terlihat warisannya.
Padahal sebetulnya
masih banyak orang
yang lebih
membutuhkan dari
para pengemis itu.
Mereka orang-orang
yang sangat
membutuhkan, tetapi
orang yang tidak tahu
mengira mereka
orang-orang mampu.
Sebab mereka
menahan diri dari
meminta-minta,
meskipun kebutuhan
sangat mendesak.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

37 BERUTANG DENGAN NIAT TIDAK MEMBAYAR


37 BERUTANG
DENGAN NIAT TIDAK
MEMBAYAR
Dalam pandangan
Allah, hak-hak hamba
sangat besar nilainya.
Seseorang bisa saja
bebas dari hak Allah
hanya dengan taubat,
tetapi tidak demikian
hal-nya dengan hak
antara sesama
manusia -yang belum
terselesaikan- kelak
akan diadili pada hari
yang utang-piutang
tidak dibayar dengan
dinar atau dirham,
tetapi dibayar dengan
pahala atau dosa.
Mengenai hak antar
sesama manusia,
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu
menyampaikan
amanat kepada yang
berhak
menerima.” (An-Nisa:
58)
Di antara masalah
yang banyak terjadi di
tengah-tengah
masyarakat adalah
gampang berhutang.
Ironisnya, sebagian
orang berutang tidak
karena kebutuhan
mendesak, tetapi
untuk memenuhi
kebutuhan luks atau
berlomba dengan para
tetangga. Misalnya
untuk membeli mobil
model baru, perkakas
rumah tangga atau
berbagai kesenangan
lainnya yang bersifat
duniawi dan fana.
Sebagian orang tak
segan-segan membeli
barang-barang secara
kredit yang
sebagiannya tak lepas
dari syubhat atau
sesuatu yang haram.
Mudah dalam berutang
akan menyeret
seseorang pada
kebiasaan menunda-
nunda pembayaran
atau malah
mengakibatkan
hilangnya barang orang
lain.
Memperingatkan
akibat perbuatan ini,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
mengambil (berutang)
harta manusia dan ia
ingin melunasinya,
niscaya Allah akan
melunaskan utangnya.
Dan barangsiapa
mengambil (berutang)
dengan keinginan
untuk merugikannya
(tidak membayar),
niscaya Allah akan
benar-benar
membinasakannya.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari, 5/54.)
Banyak orang
meremehkan soal
hutang-piutang,
mereka
menganggapnya
masalah sepele,
padahal di sisi Allah
utang-piutang
merupakan masalah
yang besar. Bahkan
hingga seorang syahid
yang memiliki berbagai
keistimewaan yang
agung, pahala yang
besar dan derajat
yang tinggi, tidak lepas
dari urusan hutang-
piutang.
Dalil yang menegaskan
tersebut adalah sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Maha Suci Allah,
betapa keras apa yang
diturunkan Allah dalam
urusan hutang-
piutang. Demi Dzat
yang jiwaku ada di
tangan-Nya,
seandainya seorang
laki-laki dibunuh di jalan
Allah kemudian ia
dihidupkan lalu dibunuh
kemudian dihidupkan
lalu dibunuh (lagi)
sedang ia memiliki
hutang, sungguh ia tak
akan masuk Surga,
sampai dibayarkan
untuknya utang
tersebut.”( Hadits
riwayat An-Nasa’i,
lihat Al Mujtaba,
7/314; Shahihul Jami’,
3594.)
Setelah mengetahui
hal ini, masih tak
pedulikah orang-orang
yang
menggampangkan
urusan hutang-
piutang?
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


38 MEMAKAN HARTA HARAM


38 MEMAKAN HARTA
HARAM
Orang yang tidak
takut kepada Allah,
tentu tak peduli dari
mana ia mendapatkan
harta dan bagaimana
ia menggunakannya.
Yang menjadi
pikirannya siang
malam hanyalah
bagaimana menambah
simpanannya meski
berupa harta haram,
baik dari hasil
pencurian, suap,
ghasab (merampas),
pemalsuan, menjual
sesuatu yang haram,
kegiatan ribawi,
memakan harta anak
yatim, atau gaji dari
pekerjaan haram
seperti perdukunan,
pelacuran, menyanyi,
korupsi dari Baitul Mal
umat Islam atau harta
milik umum,
mengambil harta
orang lain secara
paksa atau meminta
di saat berkecukupan
dan sebagainya.
Lalu dengan harta
haram itu ia makan,
berpakaian,
berkendaraan,
membangun rumah,
atau menyewanya,
melengkapi
perabotannya serta
membuncitkan
perutnya dengan hal-
hal yang haram
tersebut.
Padahal Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Setiap daging yang
tumbuh dari yang
haram maka Neraka
lebih pantas
baginya.”( Hadits
riwayat Ath-Thabrani
dalam Al-Kabir,
19/136; Shahihul Jami’,
3594.)
Pada Hari Kiamat, ia
akan ditanya tentang
hartanya, dari mana ia
peroleh dan bagaimana
ia menggunakannya. Di
sana ia tentu akan
mengalami kerugian
dan kehancuran besar.
Karena itu, orang yang
memiliki harta haram
hendaknya segera
berlepas diri
daripadanya. Jika
merupakan hak
sesama manusia
maka ia harus segera
mengembalikannya
kepada yang berhak,
dengan memohon
maaf dan kerelaan,
sebelum datang suatu
hari yang utang-
piutang tidak lagi
dibayar dengan uang,
tetapi dengan pahala
atau dosa.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

39 MINUM ARAK MESKI HANYA SETETES


39 MINUM ARAK
MESKI HANYA
SETETES
Allah berfirman,
“Sesungguhnya
(meminum) arak,
berjudi, (berkorban
untuk) berhala,
mengundi nasib
dengan panah adalah
perbuatan keji
termasuk perbuatan
syetan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan
itu agar kamu
mendapat
keberuntungan.” (Al-
Ma’idah: 90)
Perintah untuk
menjauhi adalah salah
satu dalil paling kuat
tentang haramnya
sesuatu. Di samping
itu, pengharaman arak
sebagaimana
disebutkan ayat di
atas disejajarkan
dengan pengharaman
berhala-berhala, yakni
tuhan orang-orang
kafir dan patung-
patung mereka.
Karena itu tak ada lagi
alasan bagi orang yang
mengatakan, ayat Al
Quran tidak
mengatakan
meminum arak itu
haram, tetapi hanya
mengatakan, jauhilah!!
Dalam sunnahnya,
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam
mengabarkan tentang
ancaman bagi
peminum arak,
sebagaimana yang
diriwayatkan Jabir
dalam sebuah hadits
marfu’,
“Sesungguhnya Allah
Ta’ala memiliki janji
untuk orang yang
meminum minuman
keras, akan
memberinya minum
dari thinatul khabal”
“Mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah,
apakah thinatul khabal
itu?”Beliau menjawab,
“Cairan kotor (yang
keluar dari tubuh)
penghuni neraka.”( HR.
Muslim, 3/1587.)
Dalam hadits marfu’
Ibnu Abbas
meriwayatkan,
“Barangsiapa
meninggal sebagai
peminum arak, ia akan
bertemu dengan Allah
dalam keadaan seperti
penyembah
berhala.”( HR. Ath-
Thabrani, 12/45;
Shahihul Jami’, 6525.)
Saat ini, jenis minuman
keras dan arak sangat
beragam. Nama-
namanya juga sangat
banyak, baik dengan
nama lokal maupun
asing. Di antaranya: Bir,
wiski, alkohol, vodka,
sampanye, arak dan
sebagainya.
Di zaman ini pula, telah
muncul golongan
manusia sebagaimana
disebutkan Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam
sabdanya,
“Sungguh akan ada
golongan dari umatku
yang meminum arak,
(tetapi) mereka
menamakannya
dengan nama yang
lain.”( HR. Imam
Ahmad, 5/342,
Shahihul Jami’, 5453.)
Mereka tidak
menamakannya arak,
tetapi menamakannya
dengan minuman
rohani, untuk menipu
dan memperdaya
orang. “Mereka hendak
menipu Allah dan
orang-orang yang
beriman, padahal
mereka hanya menipu
dirinya sendiri, sedang
mereka tidak
sadar.” (Al-Baqarah: 9).
Syariat Islam telah
memberikan definisi
agung tentang khamar
(minuman keras),
sehingga membuat
jelas masalah dan
memotong tipu daya,
fitnah dan permainan
orang-orang yang
tidak takut kepada
Allah. Definisi itu
adalah sebagaimana
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Setiap yang
memabukkan adalah
khamar dan setiap
yang memabukkan
adalah haram.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1587.)
Jadi, setiap yang
merusak akal dan
memabukkan
hukumnya adalah
haram, sedikit atau
banyak.( Hadits yang
mengatakan, “Semua
yang banyak jika
memabukkan, maka
sedikitpun
diharamkan,” telah
diriwayatkan oleh Abu
Dawud dengan nomor
3681, tertera dalam
Shahih beliau dengan
no. 3128.) Juga
meskipun namanya
berbeda-beda, sebab
pada hakikatnya
minumannya tetap
satu dan hukumnya
telah diketahui oleh
kalangan umum.
Yang terakhir dan ini
merupakan wejangan
dari Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam
kepada para peminum
khamar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa minum
khamar dan mabuk,
maka shalatnya tidak
diterima selama
empat puluh pagi dan
jika ia meninggal maka
ia masuk Neraka,
(tetapi) manakala ia
bertaubat, Allah akan
menerima taubatnya.
Dan jika kembali lagi
minum dan mabuk,
maka shalatnya tidak
diterima selama
empat puluh pagi, jika
meninggal maka ia
masuk Neraka,
(tetapi) manakala ia
bertaubat, Allah
menerima taubatnya.
Dan jika kembali lagi
minum dan mabuk,
maka shalatnya tidak
diterima selama
empat puluh pagi, jika
meninggal maka ia
masuk neraka,
(tetapi) manakala ia
berbuat, Allah
menerima taubatnya.
Dan jika (masih)
kembali lagi (minum
khamar), maka adalah
hak Allah memberinya
minum dari radghatul
khabal pada hari
Kiamat.” Mereka
bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah
radghatul khabal itu?”
Beliau menjawab,
“Cairan kotor (yang
keluar dari tubuh)
penghuni
Neraka.”( HR.Ibnu
Majah, 3377; Shahihul
Jami’, 6313.)
Jika gambaran
keadaan peminum
minuman keras adalah
sebagaimana kita
ketahui di muka, maka
bagaimana pula
dengan gambaran
keadaan orang-orang
yang melakukan
sesuatu yang lebih
keras dan lebih
berbahaya dari itu,
yakni sebagai pecandu
narkotika dan
sebagainya?
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


40 MENGGUNAKAN BEJANA YANG TERBUAT DARI EMAS DAN PERAK


40 MENGGUNAKAN
BEJANA YANG
TERBUAT DARI EMAS
DAN PERAK
Saat ini hampir setiap
toko alat-alat dan
perabotan rumah
tangga menjual aneka
ragam bejana yang
terbuat dari emas dan
perak atau bejana
yang disepuh dengan
keduanya.
Demikian juga dengan
orang-orang kaya dan
hotel-hotel mewah,
bahkan saat ini bejana
emas dan perak
dijadikan barang
berkelas dan memiliki
gengsi tersendiri jika
dihadiahkan sebagai
cendera mata kepada
kawan karib atau
kolega pada
kesempatan-
kesempatan tertentu.
Sebagian orang ada
yang tidak memajang
barang-barang itu di
etalase rumahnya,
tetapi mereka
pergunakan dalam
kesempatan-
kesempatan pesta,
atau dipinjamkan
kepada kawan-
kawannya yang
membutuhkan.
Semua hal yang
disebutkan di atas,
dalam syariat Islam
hukumnya haram.
Dalam hadits yang
diriwayatkan Ummu
Salamah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam memberikan
ancaman kepada
mereka. Beliau
bersabda,
“Orang yang makan
atau minum di bejana
perak dan emas,
sesungguhnya ia
menggemuruhkan api
Jahannam di perut-
nya.”( HR. Muslim,
3/1634.)
Ketentuan hukum di
atas berlaku untuk
semua perabotan dan
perlengkapan makan.
Seperti piring, garpu,
sendok, pisau, nampan
untuk menyuguhkan
makanan kepada
tamu, kaleng kue yang
disuguhkan saat pesta
dan bejana lainnya
yang terbuat dari
bahan emas dan
perak.
Sebagian orang
berkata, kami tidak
menggunakan bejana-
bejana tersebut,
tetapi hanya
menyimpannya di
almari sebagai hiasan.
Semacam ini juga tidak
dibolehkan, demi
mencegah
kemungkinan
dipakainya perabotan
tersebut.( Diambil dari
keterangan Syaikh
Abdul Aziz bin Baz
secara lisan. )
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

41 KESAKSIAN PALSU (DUSTA)


41 KESAKSIAN PALSU
(DUSTA)
Allah berfirman, “Maka
jauhilah olehmu
berhala-berhala yang
najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan
dusta, dengan ikhlas
kepada Allah, tidak
menyekutukan
sesuatu dengan
Dia.” (Al-Hajj: 30-31).
Diriwayatkan oleh
Abdurrahman bin Abi
Bakrah radhiallahu
‘anhu, dari ayahnya, ia
berkata, “Kami sedang
berada di sisi
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu
beliau bersabda,
“Maukah aku kabarkan
kepada kalian tentang
tiga dosa besar yang
terbesar? (tiga kali),
yaitu menyekutukan
Allah, durhaka kepada
kedua orang
tua.” (ketika itu beliau
bersandar, kemudian
beliau duduk dan
berkata), “Ketahuilah,
dan perkataan dusta.”
Ia berkata, “Dan
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam masih
terus mengulang-
ulangnya sehingga
kami berkata, “Mudah-
mudahan beliau
diam.”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, lihat Fathul
Bari, 5/261.)
Berulang-ulangnya
peringatan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam tentang
kesaksian palsu
tersebut karena
banyak orang yang
meremehkannya. Di
samping banyak
faktor yang
mengakibatkan
kesaksian palsu,
misalnya karena
permusuhan, dengki
dan sebagainya. Juga
karena kesaksian
palsu mengakibatkan
berbagai bentuk
kerusakan di muka
bumi.
Berapa banyak orang
yang kehilangan hak-
haknya karena
kesaksian palsu,
berapa banyak pula
penganiayaan
menimpa orang-orang
yang tak berdosa
disebabkan kesaksian
palsu atau seseorang
mendapatkan sesuatu
yang bukan haknya
atau dinisbatkan
kepada nasab yang
bukan nasabnya.
Semua itu disebabkan
oleh kesaksian palsu.
Termasuk
menganggap enteng
masalah ini adalah apa
yang dilakukan oleh
sebagian orang di
pengadilan dengan
mengatakan kepada
seseorang yang ia
temui “Jadilah saksi
untukku, nanti aku
akan menjadi saksi
untukmu.” Maka laki-
laki itupun
memberikan
kesaksian atas
perkara yang tidak
diketahuinya. Misalnya,
memberi kesaksian
tentang pemilikan
tanah, rumah atau
keterangan bersih diri.
Padahal dia tidak
pernah bertemu orang
tersebut kecuali di
pintu pengadilan atau
di koridor/ruang lobi. Ini
adalah satu
kedustaan.
Seharusnya, semua
bentuk kesaksian itu
adalah sebagaimana
disebutkan dalam
firman Allah, “Dan
kami hanya
menyaksikan apa yang
kami ketahui” (Yusuf:
81)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

42 MENDENGARKAN DAN MENIKMATI MUSIK


42 MENDENGARKAN
DAN MENIKMATI
MUSIK
Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu
bersumpah dengan
nama Allah bahwa
yang dimaksud firman
Allah, “Dan di antara
manusia (ada) orang
yang mempergunakan
perkataan yang tidak
berguna untuk
menyesatkan
(manusia) dari jalan
Allah.” (Luqman: 6)
adalah
nyanyian.” (Tafsir Ibni
Katsir, 6/333.)
Abu Amir dan Abi Malik
Al Asy’ari radhiallahu
‘anhuma
meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Kelak akan ada dari
umatku beberapa
kaum yang
menghalalkan zina,
sutera, khamar dan
alat-alat
musik…..”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
10/51.)
Dan dalam hadits
Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Kelak akan terjadi
pada umat ini (tiga
hal); (Mereka)
ditenggelamkan (ke
dalam bumi); dihujani
batu; dan diubah
bentuk mereka, yaitu
jika mereka minum
arak, mengundang
biduanita-biduanita
(untuk menyanyi) dan
menabuh
(membunyikan)
musik.”( As-Silsilah
Ash Shahihah, 2203,
diriwayatkan Ibnu Abi
Dunya dalam Kitab
Dzammul Malahi dan
At-Tirmidzi, no. 2212.)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melarang
gendang, lalu
menyatakan, seruling
adalah suara orang
bodoh dan tukang
maksiat. Para ulama
terdahulu seperti
Imam Ahmad
rahimahullah
berdasarkan hadits-
hadits shahih yang
melarang alat-alat
musik secara mutlak,
telah menetapkan
haramnya alat-alat
musik seperti kecapi,
seruling, rebab, simbab
dan lain-lain.
Tidak diragukan lagi,
alat-alat musik
modern yang kita
kenal saat ini
termasuk ke dalam
kategori alat musik
yang dilarang oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam, seperti
piano, biola, harpa,
guitar dan sebagainya.
Bahkan alat-alat
modern tersebut lebih
cepat mempengaruhi
mabuknya jiwa
daripada alat-alat
musik zaman dulu
yang telah diharamkan
dalam beberapa
hadits.
Menurut penuturan
para ulama, di
antaranya Ibnu
Qayyim, keterlenaan
dan mabuknya jiwa
akibat pengaruh
nyanyian lebih besar
bahayanya daripada
akibat minum arak.
Kemudian tak
diragukan lagi,
pelanggaran akan lebih
keras dan dosanya
akan lebih besar jika
alat-alat musik
tersebut diiringi
dengan nyanyian, baik
oleh biduan atau
biduanita. Lalu,
bahayanya akan lebih
bertumpuk jika
untaian kata-kata
syairnya berkisah
tentang cinta, asmara
dan kecantikan wanita
atau kegagahan pria.
( Saat ini bahkan kita
kenal dengan istilah
dakwah dengan musik.
Adakah
pencampuradukan
antara kebenaran dan
kebatilan yang lebih
nyata dari ini? (pent.). )
Karena itu tidak
mengherankan jika
para ulama
menyebutkan
nyanyian adalah
sarana yang
menghantarkan pada
perbuatan zina,
menumbuhkan
perasaan nifak di hati.
Dan secara umum,
nyanyian dan musik
adalah tema besar
zaman ini yang
melahirkan banyak
fitnah.
Musibah itu semakin
menjadi-jadi, setelah
pada saat ini kita
saksikan musik
menyelusup setiap
benda dan ruang.
Seperti jam dinding,
bel, mainan anak-anak,
komputer, pesawat
telepon dan
sebagainya.
Untuk menghindari
berbagai hal di atas,
sungguh memerlukan
kekuatan hati yang
tangguh. Mudah-
mudahan Allah
menjadi penolong kita
semua. Amiiin….
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

43 GHIBAH (MENGGUNJING)


43 GHIBAH
(MENGGUNJING)
Dalam banyak
pertemuan di majlis,
sering kali yang
dijadikan hidangannya
adalah menggunjing
umat Islam.
Padahal Allah Ta’ala
melarang hal tersebut
dan menyeru agar
segenap hamba
menjauhinya. Allah
menggambarkan dan
mengidentikkan ghibah
dengan sesuatu yang
amat kotor dan
menjijikan. Allah
berfirman, “Dan
janganlah sebagian
kamu menggunjing
sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang
di antara kamu
memakan daging
saudaranya yang
sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa
jijik dengannya.” (Al
Hujurat:12)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam
menerangkan makna
ghibah (menggunjing)
dalam sabdanya,
“Tahukah kalian
apakah ghibah itu?”
Mereka menjawab,
“Allah dan RasulNya
yang lebih
mengetahui.” Beliau
bersabda, “Yaitu
engkau menyebut
saudaramu dengan
sesuatu yang
dibencinya.”
Ditanyakan,
“Bagaimana halnya jika
apa yang aku katakan
itu (memang)
terdapat pada
saudaraku?” Beliau
menjawab, “Jika apa
yang kamu katakan
itu terdapat pada
saudaramu, maka
engkau telah
menggunjingnya
(melakukan ghibah)
dan jika apa (yang
digunjingkan) itu tidak
terdapat padanya,
maka engkau telah
berdusta
atasnya.”( Hadits
riwayat Muslim,
4/2001.)
Jadi, ghibah adalah
menyebutkan sesuatu
yang terdapat pada
diri seorang muslim,
sedang ia tidak suka
(jika hal itu
disebutkan). Baik
mengenai jasmaninya,
agamanya,
kekayaannya, hatinya,
akhlaknya, bentuk
lahiriyahnya dan
sebagainya. Caranya
pun bermacam-
macam. Di antaranya
dengan membeberkan
aib, meniru tingkah
laku atau gerak
tertentu dari orang
yang digunjingkan
dengan maksud
mengolok-olok.
Banyak orang
meremehkan masalah
ghibah, padahal dalam
pandangan Allah ia
adalah sesuatu yang
keji dan kotor. Hal itu
dijelaskan dalam
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Riba itu ada tujuh
puluh dua pintu, yang
paling ringan
daripadanya sama
dengan seorang laki-
laki yang menyetubuhi
ibunya (sendiri), dan
riba yang paling berat
adalah pergunjingan
seorang laki-laki atas
kehormatan
saudaranya.”( As-
Silsilah Ash-Shahihah,
1871.)
Wajib bagi orang yang
hadir di dalam majlis
yang sedang
menggunjingkan orang
lain, untuk mencegah
kemungkaran dan
membela saudaranya
yang digunjingkan. Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam amat
menganjurkan hal
demikian,
sebagaimana dalam
sabdanya,
“Barangsiapa menolak
(ghibah atas)
kehormatan
saudaranya, niscaya
pada hari kiamat Allah
akan menolak
menghindarkan api
Neraka dari
wajahnya.”( Hadits
riwayat Ahmad,
6/450, Shahihul
Jami’, .6238.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

44. NAMIMAH (MENGADU DOMBA)


44. NAMIMAH
(MENGADU DOMBA)
Mengadukan ucapan
seseorang kepada
orang lain dengan
tujuan merusak adalah
salah satu faktor yang
menyebabkan
terputusnya ikatan
dan yang menyulut api
kebencian serta
permusuhan antar
sesama manusia.
Allah mencela pelaku
perbuatan tersebut
dalam firmanNya,
“Dan janganlah kamu
ikuti setiap orang yang
banyak bersumpah lagi
hina, yang banyak
mencela, yang kian
kemari menghambur
fitnah.” (Al-Qalam:
10-11).
Dalam sebuah hadits
marfu’ yang
diriwayatkan
Hudzaifah, disebutkan,
“Tidak akan masuk
Surga al-qattat
(tukang adu
domba).”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
10/472. Dalam An-
Nihayah karya Ibnu
Atsir, 4/11
disebutkan:” …Al-
Qattat adalah orang
yang menguping
(mencuri dengar
pembicaraan), tanpa
sepengetahuan
mereka, lalu ia
membawa
pembicaraan tersebut
kepada yang lain
dengan tujuan
mengadu domba.)
Ibnu Abbas
meriwayatkan,
“(Suatu hari) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam melewati
sebuah kebun di
antara kebun-kebun di
Madinah. Tiba-tiba
beliau mendengar dua
orang sedang disiksa
di dalam kuburnya, lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasalam bersabda,
“Keduanya disiksa,
padahal tidak karena
masalah yang besar
(dalam anggapan
keduanya) -lalu
bersabda- benar
(dalam sebuah
riwayat disebutkan,
“Padahal
sesungguhnya ia
adalah persoalan
besar.”). Salah seorang
di antaranya tidak
meletakkan sesuatu
untuk melindungi diri
dari percikan
kencingnya dan
seorang lagi (karena)
suka mengadu
domba.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
1/317.)
Di antara bentuk
namimah yang paling
buruk adalah hasutan
yang dilakukan
seorang lelaki tentang
istrinya atau
sebaliknya, dengan
maksud untuk
merusak hubungan
suami istri tersebut.
Demikian juga adu
domba yang dilakukan
sebagian karyawan
kepada teman
karyawannya yang
lain.
Misalnya dengan
mengadukan ucapan-
ucapan kawan
tersebut kepada
direktur atau atasan
dengan tujuan untuk
memfitnah dan
merugikan karyawan
tersebut. Semua hal ini
hukumnya haram.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


45. MELONGOK RUMAH ORANG LAIN TANPA IJIN


45. MELONGOK
RUMAH ORANG LAIN
TANPA IJIN
Allah berfirman, “Hai
orang-orang yang
beriman, janganlah
kamu memasuki
rumah yang bukan
rumahmu sebelum
meminta ijin dan
memberi salam
kepada penghuni
rumahnya.” (An-Nur:
27)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
menegaskan, alasan
diharuskan meminta
ijin adalah karena
dikhawatirkan orang
yang masuk akan
melihat aurat pemilik
rumah. Beliau
bersabda,
“Sesungguhnya
diberlakukannya
meminta ijin (ketika
masuk rumah orang
lain) adalah untuk
(menjaga)
penglihatan.”( Hadits
riwayat Al-
Bukhari,.lihat Fathul
Bari, 11/24.)
Pada saat ini, dengan
berdesakannya
bangunan dan saling
berdempetan gedung-
gedung serta saling
berhadap-hadapannya
antara pintu dengan
pintu dan jendela
dengan jendela,
menjadikan
kemungkinan besar
saling mengetahui isi
rumah tetangga, kian
besar. Ironisnya,
banyak yang tidak
mau menundukkan
pandangannya, malah
yang terjadi terkadang
dengan sengaja,
mereka yang tinggal di
gedung yang lebih
tinggi, dengan leluasa
memandangi lewat
jendela mereka ke
rumah-rumah
tetangganya yang
lebih rendah. Ini adalah
salah satu
pengkhianatan dan
pemerkosaan
terhadap hak-hak
tetangga, sekaligus
sarana menuju hal
yang diharamkan.
Karena perbuatan
tersebut, banyak
kemungkinan terjadi
bencana dan fitnah.
Dan disebabkan oleh
amat bahayanya
akibat tindakan ini,
sehingga syariat Islam
membolehkan
mencongkel mata
orang yang suka
melongok dan melihat
isi rumah orang lain.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
melongok rumah
suatu kaum dengan
tanpa ijin mereka
maka halal bagi
mereka mencongkel
mata orang
tersebut.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1699.)
Dalam riwayat lain
dikatakan,
“Kemudian mereka
mencongkel matanya,
maka tidak ada diat
(ganti rugi) untuknya
juga tidak ada qishash
baginya.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
2/385; Shahihul Jami’,
6022.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


46. BERBISIK EMPAT MATA DAN MEMBIARKAN KAWAN KETIGA


46. BERBISIK EMPAT
MATA DAN
MEMBIARKAN KAWAN
KETIGA
Dalam suatu majlis
dan pergaulan, sikap
dan tindakan ini
sungguh amat tidak
terpuji. Bahkan sikap
dan tindakan seperti
ini sebenarnya
merupakan langkah
syetan untuk
memecah belah umat
Islam dan menebarkan
kecemburuan,
kecurigaan dan
kebencian di antara
mereka.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
menerangkan hukum
dan akibat perbuatan
ini dalam sabdanya,
“Jika kalian sedang
bertiga, maka
janganlah dua orang
berbisik tanpa seorang
yang lain, sehingga
kalian membaur dalam
pergaulan dengan
manusia, sebab yang
demikian itu akan
membuatnya
sedih.”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, .lihat Fathul
Bari, 11/83.)
Termasuk di dalamnya
berbisik dengan tiga
orang dan
meninggalkan orang
keempat, dan
demikian seterusnya.
Demikian pula, jika
kedua orang tersebut
berbicara dengan
bahasa yang tidak
dimengerti oleh orang
ketiga.
Tidak diragukan lagi,
berbisik hanya berdua
dengan tidak
menghiraukan orang
ketiga adalah salah
satu bentuk
penghinaan
kepadanya. Atau
memberi asumsi
bahwa keduanya
menginginkan suatu
kejahatan terhadap
dirinya. Atau mungkin
menimbulkan asumsi-
asumsi lain yang tidak
menguntungkan bagi
kehidupan pergaulan
mereka di kemudian
hari.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

47. ISBAL (MENURUNKAN / MEMANJANGKAN PAKAIAN HINGGA DI BAWAH MATA KAKI)


47. ISBAL
(MENURUNKAN /
MEMANJANGKAN
PAKAIAN HINGGA DI
BAWAH MATA KAKI)
Di antara yang
dianggap sepele oleh
manusia, sedang
dalam pandangan Allah
merupakan masalah
besar adalah soal isbal.
Yaitu menurunkan
atau memanjangkan
pakaian hingga di
bawah mata kaki.
Sebagian ada yang
pakaiannya hingga
menyentuh tanah,
sebagian lain menyapu
debu yang ada di
belakangnya.
Abu Dzar radhiallahu
‘anhu meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tiga (golongan
manusia) yang tidak
akan diajak bicara oleh
Allah pada Hari Kiamat,
tidak pula dilihat dan
tidak disucikan serta
bagi mereka siksa
yang pedih (mereka itu
adalah); Musbil (orang
yang memanjangkan
pakaiannya hingga ke
bawah mata kaki).
Dalam sebuah riwayat
lain dikatakan: “Yaitu
orang yang tidak
memberi sesuatu
kecuali ia mengungkit-
ungkitnya.” Dan
(ketiga) orang yang
melariskan
dagangannya dengan
sumpah
palsu.”( Hadits riwayat
Muslim, 1/102.)
Orang yang berdalih,
saya melakukan isbal
tidak dengan niat
takabur (sombong),
hanyalah ingin
membela diri yang
tidak pada tempatnya.
Ancaman untuk musbil
adalah mutlak dan
umum, baik dengan
maksud takabur atau
tidak, sebagaimana
ditegaskan dalam
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Kain (yang
memanjang) di bawah
mata kaki tempatnya
di Neraka.”( Hadits
riwayat Imam Ahmad,
6/254; Shahihul Jami’,
5571.)
Jika seseorang
melakukan isbal
dengan niat takabur,
maka siksanya akan
lebih pedih dan berat,
yaitu termasuk dalam
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Barangsiapa
memanjangkan
bajunya dengan
takabur, niscaya Allah
tidak akan melihatnya
pada hari
Kiamat.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
3/465.)
Sebab dengan begitu,
ia melakukan dua hal
yang diharamkan
sekaligus, yakni isbal
dan takabur.
Isbal diharamkan
untuk semua pakaian,
sebagaimana
ditegaskan oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang
diriwayatkan Ibnu
Umar radhiallahu ‘anhu:
“Isbal itu pada kain
(sarung), gamis (baju
panjang) dan sorban.
Siapa yang
memanjangkan
daripadanya dengan
sombong maka Allah
tidak akan melihatnya
pada Hari
Kiamat.”( Hadits
riwayat Abu Dawud,
4/353; Shahihul Jami’,
2770.)
Adapun wanita,
mereka diperbolehkan
menurunkan
pakaiannya sebatas
satu jengkal atau
sebatas untuk
menutupi kedua
telapak kakinya, sebab
ditakutkan akan
tersingkap oleh angin
atau lainnya. Tetapi
tidak dibolehkan
melebihi yang wajar
seperti umumnya
busana pengantin
yang panjangnya di
tanah hingga beberapa
meter, bahkan
mungkin kainnya harus
ada yang
membawakan dari
belakangnya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

48. LAKI-LAKI MEMAKAI PERHIASAN EMAS


48. LAKI-LAKI
MEMAKAI PERHIASAN
EMAS
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Dihalalkan atas kaum
wanita dari umatku
sutera dan emas,
(tetapi keduanya)
diharamkan atas
kaum lelaki
mereka.”( Hadits
marfu’ dari Abu Musa
Al-Asy’ari, riwayat
Imam Ahmad, 4/393;
Shahihul Jami’, 207.)
Saat ini, di pasar atau
di toko-toko banyak
kita jumpai barang-
barang konsumsi laki-
laki yang terbuat dari
emas. Seperti jam
tangan, kaca mata,
kancing baju, pena,
rantai, medali, dan
sebagainya dengan
kadar emas yang
berbeda-beda. Ada
pula yang sepuhan.
Termasuk jenis
kemungkaran dalam
masalah ini adalah,
hadiah yang diberikan
pada sayembara-
sayembara dan
pertandingan-
pertandingan,
Misalnya, sepatu
emas, jam tangan
emas pria, dan
sebagainya.
Dari Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma,
bahwasanya
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melihat cincin emas di
tangan seorang laki-
laki, maka serta merta
beliau mencopot lalu
membuangnya.
Kemudian beliau
bersabda,
“Salah seorang dari
kamu sengaja (pergi)
ke bara api, kemudian
memakainya
(mengenakannya) di
tangannya! “Setelah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pergi,
kepada lelaki itu
dikatakan, “Ambillah
cincinmu itu dan
manfaatkanlah !” Ia
menjawab, “Demi
Allah, selamanya aku
tidak akan
mengambilnya, karena
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah
membuangnya.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1655.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

49. MENGENAKAN PAKAIAN PENDEK, TIPIS DAN KETAT


49. MENGENAKAN
PAKAIAN PENDEK,
TIPIS DAN KETAT
Di antara perang yang
dilancarkan oleh
musuh-musuh Islam
pada zaman ini adalah
soal mode pakaian.
Musuh-musuh Islam
itu menciptakan
bermacam-macam
mode pakaian lalu
dipasarkan di tengah-
tengah kaum
muslimin.
Ironisnya, pakaian-
pakaian tersebut tidak
menutup aurat karena
amat pendek, tipis
atau ketat. Bahkan
sebagian besar tidak
dibenarkan dipakai oleh
wanita meski di
antara sesama
mereka atau di depan
mahramnya sendiri.
Dalam hadits yang
diriwayatkan Abu
Hurairah radhiallahu
‘anhu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam
mengabarkan bakal
munculnya pakaian
semacam ini di akhir
zaman, beliau
bersabda,
“Dua (jenis manusia)
dari ahli Neraka yang
aku belum melihatnya
sekarang yaitu; Kaum
yang membawa
cemeticemeti seperti
ekor sapi, mereka
memukul manusia
dengannya, dan
wanita-wanita yang
berpakaian tetapi
telanjang, berjalan
dengan menggoyang-
goyangkan pundaknya
dan berlenggak-
lenggok. Kepala
mereka seperti punuk
unta yang condong.
Mereka tidak akan
masuk Surga, bahkan
tidak akan
mendapatkan
wanginya, padahal
sungguh wangi Surga
telah tercium dari
jarak perjalanan sekian
dan sekian.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1680.)
Termasuk di dalam
kategori ini adalah
pakaian sebagian
wanita yang memiliki
sobekan panjang dari
bawah, atau yang ada
lubang di beberapa
bagiannya, sehingga
ketika duduk tampak
auratnya.
Di samping itu, apa
yang mereka lakukan
juga termasuk
menyerupai orang-
orang kafir, mengikuti
mode serta busana
bejat yang mereka
buat. Kepada Allah kita
memohon
keselamatan.
Di antara yang juga
berbahaya adalah
adanya berbagai
gambar buruk di
pakaian, seperti:
Gambar penyanyi,
kelompok-kelompok
musik, botol dan
cawak arak, Juga
gambar-gambar
makhluk yang
bernyawa, salib,
lambang-lambang club-
club dan organisasi-
organisasi non Islam;
Juga slogan-slogan
kotor yang tidak lagi
memperhitungkan
kehormatan dan
kebersihan diri, yang
biasanya banyak
ditulis dengan bahasa
asing.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

50. LAKI-LAKI ATAU WANITA YANG MENYAMBUNG RAMBUTNYA DENGAN RAMBUT MANUSIA ATAU RAMBUT PALSU LAINNYA


50. LAKI-LAKI ATAU
WANITA YANG
MENYAMBUNG
RAMBUTNYA DENGAN
RAMBUT MANUSIA
ATAU RAMBUT PALSU
LAINNYA
Asma’ binti Abu Bakar
berkata, seorang
wanita datang kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam Wanita itu
berkata, “Wahai
Rasulullah,
sesungguhnya saya
mempunyai anak
perempuan yang
pernah terserang
campak sehingga
rambutnya rontok, kini
ia mau menikah,
bolehkah aku
menyambung
(rambut)nya?”
Rasulullah menjawab,
“Allah melaknat
perempuan yang
menyambung
(rambut) dan yang
meminta
disambungkan
rambutnya.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1676.)
Dan dari Jabir bin
Abdillah radhiallahu
‘anhu, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melarang
wanita menyambung
(rambut) kepalanya
dengan sesuatu
apapun.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1679.)
Termasuk dalam hal
ini adalah mengenakan
sanggul dan wig palsu
yang biasanya
dipasangkan oleh
perias-perias yang
salon-salon mereka
penuh dihiasi dengan
berbagai
kemungkaran.
Termasuk perbuatan
haram ini adalah
memakai rambut
palsu sebagaimana
banyak dilakukan
orang-orang yang
tidak memiliki moral,
baik dari kalangan
artis, bintang film,
pemain drama teater,
dan sebagainya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


51 LAKI-LAKI MENYERUPAI WANITA ATAU SEBALIKNYA


51 LAKI-LAKI
MENYERUPAI
WANITA ATAU
SEBALIKNYA
Di antara fitrah yang
disyariatkan oleh Allah
kepada hambanya
yaitu agar laki-laki
menjaga sifat
kelelakiannya seperti
yang telah diciptakan
Allah. Dan wanita agar
menjaga sifat
kewanitaannya
seperti yang
diciptakan Allah. Hal ini
merupakan faktor
penting, sehingga
manusia hidup dengan
normal.
Laki-laki yang
menyerupai wanita
dan wanita yang
menyerupai laki-laki
adalah menyalahi
fitrah, membuka pintu
kerusakan serta
menyebarkan
kepincangan dalam
tatanan hidup
masyarakat. Hukum
semua perbuatan itu
adalah haram.
Jika suatu nash syar’i
menyebutkan laknat
terhadap suatu kaum
karena melakukan
perbuatan tertentu,
maka itu menunjukkan
keharaman perbuatan
tersebut, dan ia
termasuk perbuatan
dosa besar.
Dalam hadits marfu’
riwayat Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma
disebutkan,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita
dan wanita yang
menyerupai laki-
laki.”( Hadits riwayat
Al-Bukhari, lihat Fathul
Bari, 10/332.)
Dalam hadits lain Ibnu
Abbas juga
meriwayatkan,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melaknat laki-laki yang
bertingkah laku seperti
wanita dan wanita
yang bertingkah laku
seperti laki-
laki”( Hadts riwayat
Al-Bukhari, lihat Fathul
Bari, 10/33333)
Penyerupaan yang
dimaksud bersifat
umum. Misalnya
melakukan gerakan
anggota tubuh, dalam
berbicara, dalam
berjalan, dan seluruh
gerak diam.
Termasuk, di
dalamnya cara
berpakaian dan
berdandan. Laki-laki
tidak dibolehkan
memakai kalung,
gelang, anting, gelang
kaki dan sebagainya.
Ironisnya, ini yang
banyak kita saksikan,
sebab semua itu
merupakan perhiasan
wanita.
Demikian juga
sebaliknya, wanita
tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang
khusus digunakan oleh
laki-laki. Misalnya
kemeja, baju atau
pakaian khusus untuk
pakaian pria lainnya.
Masing-masing
hendaknya menjaga
perbedaan jenisnya,
dengan memakai
pakaian yang sesuai
dengan fitrahnya. Dalil
yang mewajibkan hal
tersebut adalah hadits
marfu’ riwayat Abu
Hurairah,
“Allah melaknat laki-
laki yang memakai
pakaian wanita dan
wanita yang memakai
pakaian laki-
laki.”( Hadits riwayat
Abu Dawud, 4/355;
Shahihul Jami’, 5071.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

52 MENYEMIR RAMBUT DENGAN WARNA HITAM


52. MENYEMIR
RAMBUT DENGAN
WARNA HITAM
Hukum menyemir
rambut dengan warna
hitam adalah haram.
Inilah pendapat yang
kuat berdasarkan
sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam,
“Kelak pada akhir
zaman akan ada kaum
yang menyemir
(rambutnya) dengan
(bahan) hitam seperti
tembolok burung
merpati, mereka tidak
akan mencium
wanginya
Surga.”( Hadits
riwayat Abu
Dawud,4/419;Shahihul
Jami’,8153 (Hadits ini
juga diriwayatkan oleh
An Nasa’i dengan
sanad shahih, Ibnu
Baz).)
Perbuatan ini
terutama banyak
dilakukan orang-orang
yang sudah tumbuh
uban. Mereka
menyemir rambut
yang sudah putih itu
dengan bahan
penghitam rambut,
sehingga orang tidak
mengerti kalau dia
telah ubanan. Itu
berarti berpenampilan
dengan sesuatu yang
palsu. Dengan
demikian, ia telah
menipu segenap
hamba Allah.
Tak diragukan lagi,
perbuatan tersebut
mengakibatkan
banyak dampak buruk.
Misalnya dalam
tingkah laku, bahkan
mungkin ia akan
merasa sombong dan
bangga diri karena
merasa lebih muda
dari usia yang
sebenarnya.
Berbeda halnya dengan
menyemir rambut
dengan warna selain
hitam. Dalam suatu
riwayat disebutkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
menyemir ubannya
dengan daun pacar
atau semacamnya
dengan warna
kekuning-kuningan
atau kemerah-
merahan atau agak
dekat ke warna coklat.
Pada hari penaklukan
kota Makkah, Abu
Quhafah dibawa
menghadap kepada
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
sedang kepala dan
jenggotnya semuanya
telah memutih, lalu
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Ubahlah ini (Yang
benar; uban ini , Ibnu
Baz.) dengan sesuatu
dan hindarilah warna
hitam.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1663.)
Hukum untuk wanita
juga sama. Mereka
tidak boleh menyemir
rambutnya yang telah
memutih dengan
bahan hitam.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

53 MENGGAMBAR MAKHLUK YANG BERNYAWA


53 MENGGAMBAR
MAKHLUK YANG
BERNYAWA
Dari Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu
‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Sesungguhnya orang
yang paling keras
siksaannya kelak pada
Hari Kiamat adalah
para perupa.”( Hadita
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
10/382.)
Dan dari Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Allah berfirman,
“Siapakah orang yang
lebih zhalim dari-pada
orang yang
menciptakan
(sesuatu) seperti
ciptaan-Ku. Maka
hendaknya mereka
menciptakan sebutir
benih atau
menciptakan sebutir
biji sawi.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
10/385.)
Dalam hadits marfu’
yang diriwayatkan
Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Setiap tukang
gambar ada di Neraka,
diciptakan untuknya
(dari) setiap gambar
yang ia bikin sebuah
nyawa, sehingga
disiksa di Neraka
Jahannam.” Ibnu
Abbas berkata, “Jika
tidak ada jalan lain
kecuali engkau harus
menggambar maka
gambarlah pepohonan
dan sesuatu yang
tidak
bernyawa.”( Hadits
riwayat Muslim,
3/1671.)
Hadits-hadits di muka
adalah dalil
diharamkannya
menggambar sesuatu
yang memiliki ruh, baik
manusia atau hewan,
memiliki bayangan
atau tidak. Gambar
yang dimaksud
bersifat umum, baik
berupa cetakan,
dengan tangan biasa,
relief, ukiran, pahatan
atau patung yang
dibuat dengan
cetakan, semua
hukumnya haram.
Seorang muslim adalah
orang yang patuh
terhadap ketentuan
nash syariat. Ia tidak
membantah dengan
mengatakan, “Saya
tidak menyembah dan
bersujud kepada
gambar-gambar itu !!”
Seandainya orang yang
berakal mau sedikit
berfikir dan
merenungkan satu
saja dari bahaya
beredarnya gambar-
gambar pada saat ini,
niscaya dia
mengetahui hikmah
mengapa gambar-
gambar itu
diharamkan dalam
Islam.
Yaitu, betapa saat ini
kita saksikan gambar-
gambar telah banyak
membuat kerusakan
tatanan masyarakat.
Gambar-gambar porno
merebak di mana-
mana. Gambar-gambar
tersebut merangsang
dan membangkitkan
syahwat dan nafsu
birahi, sehingga tak
jarang gara-gara
pengaruh melihat
gambar tersebut
kemudian orang nekat
melakukan perbuatan
zina.
Seharusnya setiap
muslim tidak
menyimpan di
rumahnya gambar-
gambar makhluk yang
bernyawa, karena hal
itu akan menjadi
sebab enggannya
malaikat masuk
rumah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Malaikat tidak masuk
ke dalam rumah yang
di dalamnya ada anjing
dan gambar-
gambar.”( Hadits
riwayat Al-Bukhari,
lihat Fathul Bari,
10/380.)
Di sebagian rumah
umat Islam, kita
menyaksikan patung-
patung, bahkan
sebagiannya
merupakan
sesembahan orang-
orang kafir, patung-
patung itu dijajar yang
menurut dalih mereka
sebagai koleksi
(barang antik) atau
hiasan. Hukum
haramnya patung-
patung tersebut tentu
lebih keras dari yang
lainnya, juga gambar
yang digantung (di
dinding) lebih keras
dari yang tidak
digantung.
Berapa banyak
gambar-gambar yang
menyebabkan
pengkultusan. Berapa
banyak gambar-
gambar yang justeru
mengungkap kembali
luka sejarah yang
menyedihkan. Berapa
banyak gambar-
gambar yang
kemudian
mengakibatkan saling
menyombongkan diri.
Ada yang
mengatakan, gambar
itu sebagai kenangan,
ini tidak benar, sebab
tempat mengenang,
misalnya kepada
keluarga atau saudara
sesama muslim adalah
di hati, dengan
mendoakan agar
mereka diampuni oleh
Allah dan
mendapatkan rahmat-
Nya.
Karena itu, setiap
gambar harus
dikeluarkan dari rumah
atau dihancurkan.
Kecuali gambar-
gambar yang memang
sulit sekali dihilangkan
dan sungguh ini adalah
bencana umum umat
Islam seperti gambar-
gambar yang ada di
dalam kaleng-kaleng
makanan, gambar-
gambar di dalam
kamus, buku-buku
referensi dan buku-
buku yang ada
manfaat di dalamnya,
tetapi dengan tetap
berusaha
menghilangkannya,
jika memungkinkan,
terutama gambar-
gambar yang kotor
dan jauh dari akhlak
Islam. Dan dibolehkan
menyimpan gambar-
gambar yang amat
dibutuhkan, misalnya
photo diri dalam KTP.
Sebagian ulama juga
ada yang
membolehkan gambar
pada perabot-perabot
rumah, seperti pada
karpet untuk alas
lantai (yang diinjak
kaki). “Maka
bertakwalah kamu
kepada Allah
semampumu.” (At-
Taghabun: 16)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah).


54 BERDUSTA DALAM SOAL MIMPI


54 BERDUSTA DALAM
SOAL MIMPI
Sebagian orang ada
yang sengaja
membikin-bikin cerita
mimpi yang tidak
dialaminya, untuk
tujuan tertentu.
Misalnya, untuk
mendapatkan
keistimewaan,
popularitas,
menumpuk materi,
atau menakut-nakuti
orang yang sedang
bermusuhan
dengannya.
Banyak orang awam
memiliki kepercayaan
tertentu terhadap
mimpi, sehingga
mereka amat
tergantung
dengannya. Orang-
orang macam inilah
yang banyak menjadi
korban penipuan soal
mimpi.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
memberi ancaman
keras kepada orang
yang suka mengada-
adakan mimpi yang
tak pernah mereka
lihat. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya di
antara kebohongan
terbesar adalah
seseorang yang
mengaku (bernasab)
kepada selain
bapaknya, atau
bercerita tentang
mimpi yang tak pernah
ia lihat, dan
meriwayatkan atas
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
sesuatu yang tidak
pernah beliau
katakan.”( HR. Al-
Bukhari, lihat Fathul
Bahri’, 6/540.)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Barangsiapa
(menceritakan) mimpi
yang ia tidak lihat, ia
dibebani mengikat dua
biji gandum dan tentu
ia tidak akan mampu
melakukannya…”( HR.
Al-Bukhari, lihat Fathul
Bari’, 12/427.)
Mengikat biji gandum
adalah sesuatu yang
mustahil. Tetapi,
balasan itu setimpal
dengan perbuatannya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

55 MEMIJAKKAN KAKI, DUDUK, DAN BUANG AIR DI ATAS KUBURAN


55 MEMIJAKKAN
KAKI, DUDUK, DAN
BUANG AIR DI ATAS
KUBURAN
Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Sungguh seseorang
dari kalian duduk di
atas bara api sehingga
terbakar bajunya
hingga sampai ke
kulitnya adalah lebih
baik baginya daripada
duduk di atas
kuburan.”( HR. Al-
Muslim; 2/667.)
Ketika mengubur
mayat, sebagian orang
ada yang tak
mengindahkan jalan
yang mesti dilaluinya,
sehingga di sana-sini
menginjak kuburan,
bahkan terkadang
dengan sepatu atau
sandal mereka tanpa
sedikitpun rasa
hormat kepada yang
sudah meninggal.
Tentang besarnya
persoalan ini,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Sungguh, berjalan di
atas bara api atau
pedang atau
menambal sepatu
dengan kakiku sendiri,
lebih aku sukai
daripada aku berjalan
di atas kuburan
seorang muslim…”( HR.
Ibnu Majah , 1/499.
Dalam Shahihul Jami’ ,
5038.)
Lalu, bagaimana halnya
dengan orang yang
menguasai tanah
kuburan kemudian di
atasnya di bangun
pusat perbelanjaan
atau perumahan elit?
Na’udzubillah.
Sebagian orang yang
tidak memiliki i’tikad
baik, apabila ia ingin
membuang air besar ia
pergi ke kuburan
kemudian buang air di
atasnya, sehingga
mengganggu orang-
orang yang meninggal
dengan najis dan bau
busuknya. Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Dan aku tidak peduli,
apakah aku buang air
besar di tengah
kuburan atau di
tengah pasar.”( (Ibid).)
Artinya, keburukan
buang air besar di
kuburan sama dengan
buruknya membuka
aurat dan buang air
besar di tengah-
tengah orang banyak
di dalam pasar.
Orang yang suka
melemparkan kotoran
dan sampah ke dalam
komplek kuburan,
terutama kuburan-
kuburan yang terpencil
dan dindingnya mulai
runtuh, mereka akan
mendapat bagian dari
ancaman tersebut. Di
antara adab yang perlu
diperhatikan dalam
ziarah kubur adalah
melepaskan sandal
dan sepatu saat ingin
berjalan di antara sela-
sela kuburan.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


56 TIDAK CEBOK SETELAH BUANG AIR KECIL


56 TIDAK CEBOK
SETELAH BUANG AIR
KECIL
Islam datang dengan
membawa peraturan
yang semuanya demi
kemaslahatan umat
manusia, di antaranya
tentang
menghilangkan najis.
Islam mensyariatkan
agar umatnya
melakukan
istinja’ (cebok dengan
air) dan istijmar
(membersihkan
kotoran dengan batu),
lalu menerangkan cara
melakukannya,
sehingga tercapai
kebersihan yang
dimaksud.
Sebagian orang
menganggap enteng
masalah
menghilangkan najis.
Akibatnya badan dan
bajunya masih kotor.
Dengan begitu,
shalatnya menjadi
tidak sah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam
mengabarkan bahwa
perbuatan tersebut
salah satu sebab dari
azab kubur.
Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhu berkata, “Suatu
kali Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam melewati
salah satu kebun di
Madinah. Tiba-tiba
beliau mendengar
suara dua orang yang
sedang disiksa di
dalam kuburnya. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Keduanya diazab,
tetapi tidak karena
masalah besar (dalam
anggapan keduanya) -
lalu bersabda- benar
(dalam riwayat lain,
“Sesungguhnya ia
masalah besar”), salah
satunya tidak
meletakkan sesuatu
untuk melindungi diri
dari percikan
kencingnya dan yang
satu lagi suka
mengadu domba.”( HR.
Al-Bukhari , lihat Fathul
Bari; 1/317.)
Bahkan Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam
mengabarkan,
“Kebanyakan azab
kubur disebabkan oleh
buang air kecil.”( HR.
Ahmad, 2/236;
Shahihul Jami’; 1213.)
Termasuk tidak cebok
setelah buang air kecil
adalah orang yang
menyudahi hajatnya
dengan tergesa-gesa
sebelum kencingnya
habis, atau sengaja
kencing dalam posisi
tertentu atau di suatu
tempat yang
menjadikan percikan
air kencing itu
mengenainya atau
sengaja meninggalkan
istinja’ dan istijmar
tidak teliti dalam
melakukannya.
Saat ini, banyak umat
Islam yang
menyerupai orang-
orang kafir dalam
masalah kencing.
Beberapa kamar kecil
hanya dilengkapi
dengan bejana air
kencing permanen
yang menempel di
tembok dalam
ruangan terbuka.
Setiap yang kencing,
dengan tanpa malu
berdiri dengan
disaksikan orang yang
lalu lalang keluar
masuk kamar mandi.
Selesai kencing ia
mengangkat
pakaiannya dan
mengenakannya
dalam keadaan najis.
Orang tersebut telah
melakukan dua
perkara yang
diharamkan; pertama,
ia tidak menjaga
auratnya dari
penglihatan manusia
dan kedua, ia tidak
cebok dan
membersihkan diri dari
kencingnya.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


57 MENDENGARKAN PEMBICARAAN ORANG LAIN SEDANG MEREKA TIDAK MENYUKAI


57 MENDENGARKAN
PEMBICARAAN
ORANG LAIN SEDANG
MEREKA TIDAK
MENYUKAI
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu
mengintai orang
lain…” (Al- Hujurat:11)
Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhu berkata,
Rasulullah shallahu
‘alaihi wasallam
berkata,
“Barangsiapa
mendengarkan
pembicaraan suatu
kaum sedang mereka
membenci hal itu,
niscaya dituangkan di
kedua telinganya
timah mendidih pada
hari Kiamat.”( HR Al-
Bukhari, lihat Fathul
Bari’, 10/465.)
Jika ia menyebarkan
pembicaraan itu tanpa
sepengetahuan
mereka dengan
maksud
mencelakakan, maka
berarti ia menambah
jenis dosa lain, dosa
tajassus (mencuri
dengar) dan dosa
mengadu domba,
padahal Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Tidak akan masuk
Surga tukang adu
domba.”( HR.Ibnu
Majah, 1/505 Shahihul
Jami’, 5068.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

58 JAHAT DALAM BERTETANGGA


58 JAHAT DALAM
BERTETANGGA
Allah berfirman,
“Sembahlah Allah dan
janganlah kamu
menyekutukan-Nya
dengan sesuatu pun.
Dan berbuat baiklah
kepada kedua orang
tuamu, karib kerabat,
anak-anak yatim,
teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba
sahayamu.
Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-
orang yang sombong
dan membangga-
banggakan diri.” (An-
Nisa’: 36).
Karena besarnya hak
tetangga, maka
menyakiti tetangga
hukumnya haram.
Dalam hadits yang
diriwayatkan Abu
Syuraih radhiallahu
‘anhu , Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Demi Allah tidak
beriman, demi Allah
tidak beriman, demi
Allah tidak beriman.”
Beliau ditanya, “Siapa
wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab,
“Yaitu yang
tetangganya tidak
aman dari gangguan-
gangguannya.”( HR.Al-
Bukhari, lihat Fathul
Bari 10/443.)
Sebagai petunjuk, Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam menjadikan
pujian atau hinaan
tetangga sebagai
ukuran kebaikan dan
keburukan seseorang.
Ibnu Mas’ud
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
“Seorang laki-laki
berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Wahai
Rasulullah, bagaimana
untuk mengetahui jika
aku ini seorang yang
baik atau jahat?” Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Jika engkau
mendengar tetangga-
tetanggamu
mengatakan engkau
baik, maka berarti
engkau baik dan jika
engkau mendengar
mereka mengatakan
engkau jahat maka
berarti engkau
jahat.”( HR.Ahmad;
1/402; Shahihul Jami’,
623.)
Gangguan kepada
tetangga bentuknya
bermacam-macam. Di
antaranya, memasang
tiang pada dinding milik
bersama, meninggikan
bangunan tanpa izin
sehingga menghalangi
sinar matahari atau
menutup ventilasi
udara rumah
tetangga, membuka
jendela rumah untuk
melongok ke rumah
tetangga sehingga
melihat aurat mereka,
mengganggu dengan
suara gaduh seperti
ketok-ketok atau
teriak-teriak pada
waktu tidur dan
istirahat, memukul
anak tetangga,
membuang sampah di
depan pintu rumahnya
dan sebagainya.
Syariat Islam benar-
benar memuliakan
kedudukan tetangga.
Sehingga orang yang
melakukan
pelanggaran hak dan
kejahatan kepada
tetangga dihukum
secara berlipat.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Seorang laki-laki
berzina dengan
sepuluh wanita lebih
ringan daripada berzina
dengan isteri seorang
tetangga, seorang
laki-laki mencuri dari
sepuluh rumah lebih
ringan baginya
daripada mencuri dari
rumah
tetangganya.”( HR. Al-
Bukhari, Al-Adabul
Mufrad no.103; As-
Silsilah Ash-Shahihah,
65.)
Betapapun berat
ancamannya, tapi
banyak orang tetap
tak peduli. Sebagian
pengkhianat malah
ada yang mengambil
kesempatan perginya
tetangga pada malam
hari, misalnya pada
saat ia mendapat
giliran tugas malam.
Pengkhianat itu lalu
masuk mengendap
rumah tetangganya
untuk melakukan
perbuatan terkutuk.
Celakalah orang
semacam itu dan
kelak baginya azab
yang pedih di Neraka.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


59 BERWASIAT YANG MEMBAHAYAKAN


59 BERWASIAT YANG
MEMBAHAYAKAN
Di antara kaidah
syariat Islam adalah
“Tidak boleh
mendatangkan bahaya
dan tidak boleh
membalasnya dengan
bahaya lain.”
Contohnya yaitu
merugikan ahli waris
yang sah, baik semua
atau sebagiannya.
Orang yang melakukan
perbuatan tersebut
diancam dengan sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam,
“Barangsiapa
membahayakan
(orang lain), Allah akan
membahayakan
dirinya, dan
barangsiapa yang
menyulitkan (orang
lain) Allah akan
menyulitkan
dirinya.”( HR. Imam
Ahmad, 3/453;
Shahihul Jami’, 6348)
Contoh wasiat yang
membahayakan
adalah seperti tidak
memberikan hak salah
seorang ahli waris
sesuai ketentuan
syariat, atau
mewasiatkan kepada
salah seorang ahli
waris dengan
melanggar ketentuan
yang telah ditetapkan
syariat, atau
mewasiatkan lebih
dari sepertiga harta.
Di beberapa negara
yang masyarakatnya
tidak memberlakukan
syariat Allah, seorang
ahli waris yang sah
kesulitan untuk
mendapatkan
bagiannya sesuai
dengan ketentuan
yang disyariatkan
Islam. Sebab yang
berkuasa di sana
adalah undang-undang
bikinan tangan
manusia. Maka jika
wasiat yang zhalim itu
telah dicatat oleh
seorang pengacara,
sesuai dengan
prosedur hukum yang
berlaku, mereka
tinggal
memerintahkan
dipenuhinya wasiat
yang zhalim tersebut.
Sungguh celakalah apa
yang ditulis oleh
tangan mereka dan
celakalah apa yang
mereka usahakan.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

60 PERMAINAN DADU


60 PERMAINAN DADU
Banyak permainan
terkenal dan digemari
orang yang
mengandung perkara
yang diharamkan
syariat. Di antaranya
permainan dadu, yang
mengilhami munculnya
berbagai macam
permainan seperti
rolet dan sejenisnya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
memperingatkan
permainan yang
merupakan pintu
kepada perjudian.
Sabdanya,
“Barangsiapa bermain
dadu, maka ia seakan
mencelupkan
tangannya ke dalam
daging babi dan darah
babi.”( HR. Muslim,
4/1770.)
Dalam sebuah hadits
marfu’ Abu Musa Al
Asy’ari meriwayatkan,
“Barangsiapa bermain
dadu, maka ia telah
berbuat maksiat
kepada Allah dan
Rasul-Nya.”( HR. Al-
Bukhari, lihat Fathul
Bari, 10/465.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

61 MELAKNAT ORANG BERIMAN DAN MELAKNAT ORANG YANG TIDAK SEMESTINYA DILAKNAT


61 MELAKNAT ORANG
BERIMAN DAN
MELAKNAT ORANG
YANG TIDAK
SEMESTINYA
DILAKNAT
Ketika marah, orang
terkadang tidak
mampu mengontrol
ucapannya, sehingga
dengan ringan
melaknat apa saja.
Melaknat orang,
melaknat binatang,
melaknat benda-benda
mati, atau melaknat
hari dan zaman.
Bahkan tak jarang
yang melaknat dirinya
sendiri atau anak-anak
mereka. Suami
melaknat isteri atau
sebaliknya. Melaknat
adalah perbuatan
mungkar dan
berbahaya.
Dalam sebuah hadits
marfu’ riwayat Abu
Zaid Tsabit bin Adh-
Dhahak Al-Anshari
radhiallahu ‘anhu
disebutkan,
“…dan barangsiapa
melaknat seorang
mukmin maka ia
seperti
membunuhnya.”( HR.Al-
Bukhari,.lihat Fathul
Bari, 10.)
Dalam pergaulan
sehari-hari kaum
wanita lebih banyak
suka melaknat. Karena
itu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam
memperingatkan
bahwa hal tersebut
merupakan salah satu
penyebab masuknya
mereka ke dalam
Neraka.
Di samping itu, orang
yang suka melaknat
tidak bisa menjadi
pemberi syafa’at pada
Hari Kiamat. Lebih
berbahaya dari itu, jika
laknat tersebut ia
ucapkan secara aniaya
maka ia bisa kembali
kepada dirinya sendiri.
Dengan demikian ia
mendo’akan atas
dirinya sendiri agar
diusir dan dijauhkan
dari rahmat Allah
Ta’ala. Na’udzubillah…..
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


62 MERATAPI JENAZAH SECARA BERLEBIHAN


62 MERATAPI
JENAZAH SECARA
BERLEBIHAN
Salah satu
kemungkaran besar
yang dilakukan oleh
sebagian orang adalah
meratapi jenazah
secara berlebihan.
Misalnya dengan
menangis sejadi-
jadinya, berteriak
sekeras-kerasnya,
meratap mengharu-
biru kepada mayit,
memukuli muka
sendiri, mengoyak-
ngoyak pakaian,
menggunduli rambut,
menjambak-jambak
atau memotongnya.
Semua perbuatan
tersebut menunjukkan
ketidakrelaan
terhadap taqdir, di
samping menunjukkan
tidak sabar terhadap
musibah.
Nabi shal;lallahu ‘alaihi
wasallam melaknat
orang yang suka
melakukan ratapan
berlebihan kepada
mayit. Abu Umamah
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melaknat wanita yang
mencakar mukanya,
merobek-robek
bajunya serta
berteriak dan berkata,
“Celaka dan binasalah
aku .”( HR. Ibnu Majah,
1/505; Shahihul Jami’,
5068.)
Dan dari Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu
‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Tidak termasuk
golongan kami orang
yang menampar pipi,
yang merobek-robek
pakaian dan yang
menyeru dengan
seruan Jahiliyah.”( HR.
Al Bukhari, lihat Fathul
Bari, 3/163.)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Wanita yang
meratap, jika tidak
bertaubat sebelum ia
meninggal, kelak pada
Hari Kiamat akan
dibangkitkan dengan
pakaian dari cairan
tembaga dan mantel
dari kudis.”( HR.
Muslim, no. 934.)
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

63 MEMUKUL MUKA ORANG DAN MENANDAI MUKA BINATANG


63 MEMUKUL MUKA
ORANG DAN
MENANDAI MUKA
BINATANG
Sahabat Jabir
radhiallahu ‘anhu
meriwayatkan,
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
melarang memukul
muka dan menandai
sesuatu di muka.”( HR.
Muslim; 3/1673.)
Sebagian orang tua
dan bapak guru
terkadang sengaja
menghukum anak-
anaknya dengan
mendaratkan pukulan
di wajah. Demikian
pula dengan yang
dilakukan oleh
sebagian majikan
kepada pembantunya.
Perbuatan tersebut, di
samping menghinakan
wajah yang dimuliakan
oleh Allah, juga bisa
mengakibatkan hilang
sebagian fungsi indra
terpenting yang
kebanyakan berada di
wajah. Jika itu yang
terjadi, maka
menyebabkan
penyesalan bahkan
terkadang yang
bersangkutan
meminta hukum
qishash (balas).
Menandai muka
(maksudnya adalah
mentato) binatang
dengan gambar atau
tanda tertentu
sehingga setiap orang
mengenali binatang
miliknya atau agar
dikembalikan
kepadanya kalau
hilang, hukumnya
adalah haram.
Perbuatan semacam
ini termasuk
penyiksaan binatang.
Meskipun sebagian
orang berdalih, itu
merupakan tradisi dan
lambang kabilahnya,
maka tetap tak bisa
mengubah haramnya
perbuatan tersebut.
Seandainya mereka
hendak membuat
tanda, maka mereka
bisa membuatnya di
bagian lain selain
muka.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


64 MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN SAUDARA MUSLIM LEBIH DARI TIGA HARI


64 MEMUTUSKAN
HUBUNGAN DENGAN
SAUDARA MUSLIM
LEBIH DARI TIGA
HARI
Di antara langkah
syetan dalam
menggoda dan
menjerumuskan
manusia adalah
dengan memutuskan
tali hubungan antara
sesama umat Islam.
Ironisnya, banyak
umat Islam yang
terpedaya mengikuti
langkah-langkah
syetan itu. Mereka
menghindar dan tidak
menyapa saudaranya
sesama muslim tanpa
sebab yang dibenarkan
syara’. Misalnya
karena percekcokan
masalah harta atau
karena situasi buruk
lainnya.
Terkadang putusnya
hubungan tersebut
berlangsung terus
hingga setahun.
Bahkan ada yang
bersumpah untuk
tidak mengajaknya
berbicara selama-
lamanya atau
bernadzar untuk tidak
menginjak rumahnya.
Jika secara tak
sengaja berpapasan di
jalan, ia segara
membuang muka. Jika
bertemu di suatu
majlis, ia hanya
menyalami orang yang
sebelum dan
sesudahnya, dan
sengaja melewatinya.
Inilah salah satu sebab
kelemahan di dalam
masyarakat Islam.
Karena itu, hukum
syariat dalam masalah
tersebut amat tegas
dan ancamannya pun
sangat keras.
Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Tidak halal seorang
muslim memutuskan
hubungan dengan
saudara (sesama
muslim) lebih dari tiga
hari. Barangsiapa
memutuskan lebih dari
tiga hari dan
meninggal, maka ia
masuk Neraka.”( HR.
Abu Dawud, 5/215;
Shahihul Jami’, 7635.)
Abu Khirasy Al-Aslami
radhiallahu ‘anhu
berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Barangsiapa
memutuskan
hubungan dengan
saudaranya selama
setahun maka ia
seperti mengalirkan
darahnya.”( HR.Al
Bukhari, Al-Adabul
Mufrad, no.406;
Shahihul Jami’ 6557.)
Untuk membuktikan
betapa buruknya
memutuskan
hubungan antar
sesama muslim,
cukuplah dengan
mengetahui bahwa
Allah menolak
memberikan ampunan
kepada mereka. Dalam
hadits riwayat Abu
Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
“Semua amal manusia
diperlihatkan (kepada
Allah) pada setiap
Jum’at (setiap pekan)
dua kali: hari Senin dan
hari Kamis. Maka
setiap hamba yang
beriman diampuni
(dosa-nya) kecuali
hamba yang antara
dirinya dengan
saudaranya ada
permusuhan.”
Difirmankan kepada
malaikat:
“Tinggalkanlah atau
tangguhkanlah
(pengampunan untuk)
dua orang ini, sehingga
keduanya kembali
berdamai.”( HR.
Muslim, 4/1988.)
Jika salah seorang dari
keduanya bertaubat
kepada Allah, ia harus
bersilaturrahmi kepada
kawannya dan
kemudian memberi
salam. Jika ia telah
melakukannya, tetapi
sang kawan menolak,
maka ia telah lepas
dari tanggungan dosa.
Adapun kawannya
yang menolak damai,
maka dosa ini tetap
ada padanya.
Abu Ayyub radhiallahu
‘anhu meriwayatkan,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam
bersabda,
“Tidak halal bagi
seorang laki-laki
memutuskan
hubungan saudaranya
lebih dari tiga malam.
Saling berpapasan tapi
yang ini membuang
muka dan yang itu
(juga) membuang
muka. Yang terbaik di
antara keduanya yaitu
yang memulai
salam.”( HR. Al-
Bukhari, lihat Fathul
Bari, 10/492.)
Tetapi jika ada alasan
yang dibenarkan,
seperti karena ia
meninggalkan shalat
atau terus-menerus
melakukan maksiat,
sedang pemutusan
hubungan itu berguna
bagi yang
bersangkutan,
misalnya membuatnya
kembali kepada
kebenaran atau
membuatnya merasa
bersalah, maka
pemutusan hubungan
itu hukumnya menjadi
wajib. Tetapi bila tidak
mengubah keadaan
dan ia malah berpaling,
tidak boleh
memutuskan
hubungan dengannya.
Sebab perbuatan itu
tidak membuahkan
maslahat tetapi malah
mendatangkan
madharat. Dalam
keadaan seperti ini,
sikap yang benar
adalah terus-menerus
berbuat baik
dengannya,
menasehati dan
mengingatkannya.
( Seperti hajr
(pemutusan
hubungan) yang
dilakukan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi
wasallam, kepada
Ka’ab bin Malik dan dua
kawannya, karena
beliau melihat dalam
hajr tersebut terdapat
maslahat. Sebaliknya
beliau menghentikan
hajr kepada Abdullah
bin Ubay bin Salul dan
orang-orang munafik
lainnya, karena hajr
kepada mereka tidak
membawa faedah.
(Ibnu Baz). )
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)


PENUTUP


PENUTUP
Akhirnya, inilah yang
bisa saya kumpulkan
dari hal-hal yang
diharamkan Allah,
yang ironisnya banyak
disepelekan dan
dilanggar hamba-Nya.
( Sebenarnya
pembahasan masalah
ini masih panjang.
Penulis berpendapat
untuk melengkapi
buku ini, Isya Allah,
penulis akan
membahas secara
tersendiri tentang
beberapa larangan
yang termaktub dalam
Al-Kitab dan As-
Sunnah. )
Kita memohon kepada
Allah dengan nama-
namaNya Yang Maha
Indah, kiranya
memberikan kita rasa
takut kepada-Nya,
sehingga
membentengi kita dari
melakukan maksiat
kepada-Nya serta
semoga
menganugerahkan
kepada kita ketaatan
pada-Nya yang
dengan-Nya kita bisa
mencapai Surga-Nya.
Semoga Dia
mengampuni kelalaian
dan dosa-dosa kita,
mencukupkan rizki kita
dengan yang halal,
sehingga kita tidak
butuh terhadap apa
yang diharamkan-Nya
dan Allah
mencukupkan kita
dengan anugerah-Nya,
sehingga kita tidak
membutuhkan selain-
Nya. Semoga Allah
menerima taubat kita
dan membasuh dekil
jiwa kita yang tak
terkira. Sesungguhnya
Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengabulkan.
Semoga shalawat dan
salam terlimpahkan
kepada Nabi
Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam,
keluarga dan segenap
sahabatnya. Segala
puji bagi Allah Tuhan
sekalian alam.
(Dari kitab
“Muharramat Istahana
Bihan Naas” karya
Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al-Munajjid /
alsofwah)

........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Jumlah kunjungan
Hari ini = 1 Minggu ini = 1 Bulan ini = 1 Total =8441
Kepada pengunjung diharapkan agar menggunakan mesin pencari Ilmu khusus Islam bila ingin mencari sesuatu tentang islam di YUFID.COM Tidak mengapa bila anda tidak Mengunjungi Blog ini, asalkan anda mendapatkan Ilmu yg benar.

media islami lainnya yaitu : Rodja tv, Insan tv, Hang Tv, Surau tv, dll